Photobucket

Friday, November 13, 2009

Fisiologi Sistem Ekskresi

A. Ekskresi Pernapasan
System pernapasan mencakup saluran pernapasan yang berjalan ke paru, paru itu sendiri, dan struktur-struktur toraks (dada) yang terlibat menimblkan gerakan udara masuk-keluar paru melalui salurn pernapasan. Saluran pernapasan adalah saluran yang mengangkut udara antara atmosfer dan alveolus, tempat terakhir yang merupakan satu-satunya tempat pertukaran gas-gas antara udara dan darah dapat berlangsung (Sherwood, Lauralee, 2001: 412). Saluran pernapasan terdiri dari:
1.Hidung, mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi).di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung (Syaifuddin, 2006: 193).
2.Nasofaring, terletak tepat di belakang cavum nasi, di bawah basis cranii dan di depan vertebrae cervicalis I dan II. Nasofaring membuka di bagian depan ke dalam cavum nasi dank e bawah ke dalam orofaring. Eustacius membuka ke dalam dinding lateralnya pada setiap sisi (Gibson, John, 2003: 138).
3.Orofaring, dipisahkan dari nasoparing oleh palatum lunak muscular, suatu perpanjangan palatum keras tulang (Setiadi, 2007:45).
4.Laring, terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula thyroidea, dan beberapa otot kecil dan di depan laringofaring (Gibson, John, 2003: 139).
5.Trakea, merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin kartilago yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti C (Setiadi, 2007: 47).
6.Bronkus, merupakan percabangan trakea. Setiap bronkus primer bercabang 9-12 kali untuk membentuk bronki sekunder dan tersier dengan diameter yang semakin kecil. Struktur mendasar dari paru-paru adalah percabangan bronchial yang selanjutnya secara berurutan adalah bronki, bronkiolus, bronkioliu terminalis, bronkiolus respiratorik, duktus alveolar, dan alveoli (Setiadi, 2007: 48).
7.Paru-paru, yang terdiri dari paru kanan dan kiri. Paru kanan terbagi menjadi dua fisura menjadi tiga lobus: superior, media, inferior. Paru kiri dibagi oleh sebuah fisura menjadi dua lobus: superior, inferior. Pleura adalah membran tipis transparan yang malapisi paru dalam dua lapis: lapisan viserale, yang merekat erat pada paru, dan lapisan pariteale yang melapisi permukaan dinding dalam dada. Cavum pleura adalah rongga di antara kedua lapisan tersebut (Gibson, John, 2003: 145).
Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung (oksigen) serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbon dioksida seagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Pengisapan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi (Syaifufddin, 2006: 192).
Proses respirasi dapat dibagi menjadi empat golongan: (1) vantilasi paru-paru, yang berarti pemasukan dan pengeluaran udara di atmosfir dan alveolus paru-paru, (2) difusi oksigen dan karbon dioksida di antara alveolus dan darah, (3) transpor oksigen dan karbon dioksida di dalam darah dan cairan tubuh ke sel dan dari sel, dan (4) pengaturan ventilsai dan segi respirasi lainnya (Guyton, Arthur C, 1996: 343).
Tujuan akhir dari bernapas adalah secara terus-menerus menyediakan pasokan O2 segar untuk diserap oleh darah dan mengeluarkan CO2 dari darah. Udara atmosfer normal yang kering adalah mengandung sekitar 79% nitrogen (N2) dan 21% O2, dengan presentase CO2, uap H2O, gs lain, dan polutan hampir dapat diabaikan. Secara bersama-sama, gas-gas ini menghasilkan tekanan atmosfer total sebesar 760 mmHg pada ketinggian permukaan laut. Jika oksigen mewakili 21% dari tekanan atmosfer 760 mmHg, maka tekanan oksigen adalah 160 mmHg. Dengan demikian tekanan parsial oksigen di udara atmosfer, Po, dalam keadaan normal adalah 160 mmHg. Tekanan parsial CO2 di atmosfer, PCO2, dapat diabaikan, yaitu 0,3 mmHg. Gas yang dapat larut dalam cairan misalkan darah dan cairan tubuh lainnya dianggap memiliki tekanan parsial. Karena daya larut O2 dan CO2 konstan, jumlah O2 dan CO2 yang larut dalam darah kapiler paru akan berbanding lurus dengan PO2 dan PCO2 alveolus. Komposisi udara alveolus tidak sama dengan udara atmosfer yang dihirup karena dua alasan. Pertama, segera setelah udara atmosfer memasuki saluran pernapasan, udara tersebut mengalami kejenuhan H2O akibat perjalanan ke saluran pernapasan yang lembab. Uap air juga menimbulkan tekanan parsial seperti gas lainnya. Pada suhu tubuh, tekanan parsial uap H2O adalah 47 mmHg. Kedua, PO2 alveolus juga lebih rendah daripada PO2 atmosfer karena udara inspirasi segar tercampur dengan sejumlah besar udara lama yang berada di paru dan ruang mati pada akhir ekspirasi sebelumnnya (kapsitas residual fungsional) (Sherwood, Lauralee, 2001: 435).
Difusi merupakan gerakan molekul dari suatu daerah dengan konsentrasi yang lebih tinggi ke daerah dengan konsentrasi yang lebih rendah. Difusi gas pernapasan terjadi di membran kapiler alveolar dan kecepatan difusi dapat dipengaruhi oleh ketebalan membran. Makin tebal membran, maka akan semakin memerlukan waktu yang lebih lama untuk melewati membran tersebut (Potter, Patricia A, 2006:1558).
Transpor oksigen
System pengangkut oksigen di tubuh terdiri atas paru dan system kardiovaskular. Pengangkutan jumlah oksigen tergantung pada jumlah oksigen yang masuk ke dalam paru-paru, adanya pertukara gas di paru yang adekuat, aliran darah yang menuju jaringan, dan kapasitas darah untuk mengengkut oksigen (Ganong, William F, 2008: 689).
Kapasitas darah untuk membawa oksigen dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang larut dalam plasma, jumlah haemoglobin, dan kecenderungan haemoglobin untuk berikatan dengan oksigen. Jumlah oksigen yang larut dalam plasma relatif kecil, yakni hanya sekitar 3%.sebagian oksigen ditransportasi oleh haemoglobin, dan membantuk oksihemoglobin yang sifatnya reversible, sehinnnga mamungkinkan hemoglobin dan oksigen berpisah, membuat oksigen menjadi bebas. Sehingga oksigen bisa masuk ke dalam jaringan (Potter, Patricia A, 2006:1558)

Transpor karbondioksida
Sewaktu darah arteri mengalir melalui kapiler jaringan, CO2 berdifusi mengikuti penurunan gradien tekanan parsialnya dari sel jaringan ke dalam darah. Karbondioksida diangkut dalam darah dengan tiga cara: (1) terlarut secara fisik, (2) terikat ke Hb, dan (3) sebagai bikarbonat ((Sherwood, Lauralee, 2001: 445).
Kelarutan CO2 dalam darah kira-kira 20 kali lebih besar daripada kelarutan O2; karena itu, pada tekanan-telanan parsialyang sama didapatkan jeuh lebih abanyak CO2 dibandingkan O2 dalam larutan sederhana. CO2 yang berdifusi ke dalam sel darah merah terhidrasi dengan cepat menjadi H2CO3 karena adanya karbonat anhidrase. H2CO3 akan berdisosisasi menjadi H+ dan HCO3- memasuki plasma. Karena hemoglobin terdeoksigenasi mengikat lebih banyak H+ daripada yang diikat dengan oksigehoglobin dan lebih mudah membentuk senyawa karbamino, pengikatan oksigen pada hemoglobin akan menurunkan afisitasnya terhadap CO2 (efek Haldane).akibatnya darah vena lebih banyak mengangkut CO2 daripada darah arteri, dan pada penyerapan CO2 di jaringan dan pelepasan O2 di paru berlangsung lebih mudah (Ganong, William F, 2008: 693).

B. Ekskresi Kulit
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16% berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7-3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5-1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong (Perdanakusuma, David S, 2008).

Sebagai system organ tubuh yang paling luas, kulit tidak bisa terpisahkan dari kehidupan manusia. Kulit membangun sebuah barrier yang memisahkan organ-organ internal dengan lingkungan luar, dan turut berpartisipasi dalam banyak fungsi tubuh yang vital. Kulit tersusun atas tiga lapisan, yaitu: epidermis, dermis, dan jaringan subkutan (Brunner & Suddart, 2002: 1824).
Epidermis merupakan lapisan kulit terluar (kulit ari). Epidermis terdiri dari lima lapisan (dari yang paling atas sampai yang terdalam), yaitu (Perdanakusuma, David S, 2008):
1.Stratum Korneum. Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.
2.Stratum Lusidum. Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.
3.Stratum Granulosum. Ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang intinya ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang dinamakan granula keratohialin yang mengandung protein kaya akan histidin. Terdapat sel Langerhans.
4.Stratum Spinosum. Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan tonofibril, dianggap filamen-filamen tersebut memegang peranan penting untuk mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi. Epidermis pada tempat yang terus mengalami gesekan dan tekanan mempunyai stratum spinosum dengan lebih banyak tonofibril. Stratum basale dan stratum spinosum disebut sebagai lapisan Malfigi. Terdapat sel Langerhans.
5.Stratum Basale (Stratum Germinativum). Terdapat aktifitas mitosis yang hebat dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan. Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke permukaan, hal ini tergantung letak, usia dan faktor lain. Merupakan satu lapis sel yang mengandung melanosit.

Dermis, merupakan lapisan kedua dari kulit. Batas dengan epidermis dilapisi oleh membran basalis dan di sebelah bawah berbatasan dengan subkutis tetapi batas ini tidak jelas hanya kita ambil sebagai patokan ialah mulainya terdapat sel lemak (Syaifuddin, 2006: 311). Lapisan ini mengandung akar rambut, pembuluh darah, kelenjar, dan saraf. Kelenjar yang terdapat dalam lapisan ini adalah kelenjar keringat (glandula sudorifera) dan kelenjar minyak (glandula sebasea). Kelenjar keringat menghasilkan keringat yang di dalamnya terlarut berbagai macam garam. terutama garam dapur. Keringat dialirkan melalui saluran kelenjar keringat dan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui poripori. Di dalam kantong rambut terdapat akar rambut dan batang rambut. Kelenjar minyak berfungsi menghasilkan minyak yang berfungsi meminyaki rambut agar tidak kering. Rambut dapat tumbuh terus karena mendapat sari-sari makanan pembuluh kapiler di bawah kantong rambut. Di dekat akar rambut terdapat otot penegak rambut (Crayonpedia, 2009).
Jaringan subkutan atau hypodermis, merupakan lapisan kulit yang paling dalam. Lapisan ini terutama berupa jaringan adiposa yang memberikan bantalan antara lapisan kulit dan struktur internal seperti otot dan tulang. Maka yang berlebihan akan meningkatatkan penimbunan lemak di bawah kulit. Jaringan subkutan dan jumlah lemak yang tertimbun merupakan faktor penting dalam pengaturan suhu tubuh (Brunner & Suddart, 2002: 1825).
Dalam setiap lapisan kulit tersebut terdapat beberapa bagian dari kulit seperti rambut, kuku, kelenjar kulit, dan kelenjar keringat. Rambut terdiri atas akar rambut yang terbentuk dalam dermis dan batang rambut yang menjulur ke luar dari dalam kulit (Brunner & Suddart, 2002: 1825). Rambut tumbuh dari folikel rambut di dalam epidermis. Folikel rambut dibatasi oleh epidermis sebelah atas, dasarnya terdapat papil tempat rambut tumbuh. Akar berada di dalam folikel pada ujung paling dalam dan bagian paling luar disebut batang rambut (Syaifuddin, 2006: 312).
Kuku merupakan sebuah lempeng keratin yang keras dan transparan yang melapisi kulit daerah permukaan dorsal ujung distal jari-jari tangan dan kaki. Pertumbuhan kulit berlangsung terus sepanjang hidup dengan pertumbuhan rata-rata 0,1 mm per hari. (Brunner & Suddart, 2002: 1827).
Kelenjar kulit mempunyai lobulus yang bergulung-gulung dengan saluran keluar lurus merupakan jalan untuk mengeluarkan berbagai zat dari badan (kelenjar keringat) (Syaifuddin, 2006: 313). Kelenjar sebasea berkaitan dengan folikel rambut. Saluran ke luar (duktus) kelenjar sebasea akan mengosongkan secret minyaknya ke dalam ruangan antara folikel rambut dengan batang rambut. Untuk selembar rambut terdapat sebuah kelenjar sebasea yang sekretnya akan melumasi rambut dan membuat rambut menjadi lunak serta lentur. Kelenjar keringat ditemukan pada kulit di sebagian besar permukaan tubuh (Brunner & Suddart, 2002: 1827). Kelenjar keringat adalah alat utama untuk mengendalikan suhu tubuh, bekurang pada waktu iklim dingin dan meningkat pada waktu suhu panas (Syaifuddin, 2006: 314).

Fungsi Kulit Sebagai Sistem Ekskresi
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan, sebagai barier infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi dan metabolisme (Perdanakusuma, David S, 2008). Kulit tidak sepenuhnya impermeable terhadap air. Sejumlah kecil air akan mengalami evaporasi secara terus menerus dari permukaan kulit. Evaporasi yang dinamakan perspirasi tidak kasat mata (insensible perspiration) berjumlah kurang-lebih 600 ml per hari untuk orang dewasa yang normal. Kehilangan air yang tidak kasat mata (insensible water loss) bervariasi menurut suhu tubuh. Pada penderita demam, kehilangan ini dapat meningkat (Brunner & Suddart, 2002: 1828).
Suhu tubuh tetap stabil meskipun terjadi perubahan suhu lingkungan. Pengendalian persarafan dan vasomotorik dari arterial kutan ada dua cara yaitu vasodilatasi (kapiler melebar, kulit menjadi panas dan kelebihan panas dipancarkan ke kelenjar keringat sehingga terjadi penguapan cairan pada permukaan tubuh) dan vasokonstriksi (pembuluh darah mengerut, kulit menjadi pucat dan dingin, hilangnya keringat dibatsai, dan panas tubuh tidak dikeluarkan). Kulit melakukan perannya ini dengan megeluarkan keringat, kontraksi otot, dan pembuluh darah kulit. Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau zat sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan ammonia. Sebum yang diproduksi oleh kulit berguna untuk melindungi kulit karena lapisan sebum (bahan berminyak yang melindungi kulit) ini menahan air yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering. Produksi kelenjar lemak dan keringat menyebabkan keasaman pada kulit (Syaifuddin, 2006: 315).
C. Ekskresi Bowel
System gastrointestinal merupakan pintu gerbang masuknya bahan makanan, vitamin, mineral, dan cairan ke dalam tubuh (Ganong, William F, 2008). Fungsi utama system pencernaan adalah untuk memindahkan zat gizi ata nutrien (setelah memodifikasinya), air, dan elektrolit dari makanan yang kita makan ke dalam lingkungan internal tubuh (Sherwood, Lauralee, 2001: 538). Saluran pencernaan makanan (tractus digesti) merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan mempersiapkanya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan (pengunyahan, penelanan, dan pencampuran) dengan enzym dan zat cair yang terbentang mulai dari mulut (oris) sampai anus (Setiadi, 2007: 62).
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, faring, esophagus, lambung, usus halus, usus besar, dan rectum. Selain itu juga terdapat organ aksesori pencernaan seperti hati, pancreas, dan empedu.
Mulut, secara umum mulut terdiri atas 2 bagian, yaitu (Setiadi, 2007: 64): 1.) Bagian luar yang sempit (vestibula) yaitu ruang di antara gusi, gigi, bibir, dan pipi. 2.) Bagian rongga mulut (bagian dalam), yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum, dan mandibularis di sebelah belakang bersambung dengan faring. Di mulut ada beberapa bagian yang perlu diketahui, antara lain: pallatum, gigi, lidah, dan kelenjar saliva. Di mulut makanan akan dihancurkan dan ducamour dengan saliva untuk memecah pilosakarida menjadi karbohidrat yang lebih sederhana.
Esofagus adalah saluran berotot yang relatif lurus dan berjalan memanjang di antara faring dan lambung. Menelan dimulai ketika sutu bolus atau bola makanan secara sengaja didorong oleh lidah ke bagian belakang mulut menuju faring. Gelombang peristaltik primer dari pusat kontrol menelan akan mengalir dari pangkal ujung esophagus, mendorong bolus di depannya melewati esophagus ke lambung (Sherwood, Lauralee, 2001: 548-549).
Lambung merupakan ruang berbentuk kantung mirip huruf J yang terletak di antara esophagus dan usus halus (Sherwood, Lauralee, 2001: 551). Penyerapan hanya dilakukan beberapa menit saja, karena penyerapan akan dilakukan lebih lanjut di usus halus. Fungsi kedua lambung adalah menghasilkan HCl dan enzim-enzim yang memulai pencernaan protein. Kemudian makanan akan dihaluskan dan dicampur dengan bahan-bahan sekresi lambung untuk menghasilkan campuran kental yang dikenal dengan kimus.
Usus halus adalah suatu saluran dengan panjang sekitar 6.3m (21 kaki) dengan diameter kecil 2.5 cm (1 inchi). Usus ini berada dalam keadaan bergelung di dalam rongga abdomen dan terentang dari lambung sampai usus besar. Secara sewenang-wenang, usus halus dibagi menjadi tiga segmen; duodenum 20 cm (80 inchi) pertama, jejunum 2.5m (8 kaki), ileum 3.6m (12 kaki) (Sherwood, Lauralee, 2001: 570).
Usus besar terdiri dari kolon, sekum, apendiks, dan rectum. Sekum membentuk kantung buntu di bawah taut antara usus halus dan usus beasr di katup ileoselum. Tonjolan kecil mirip jari di dasar sekum adalah apendiks, jaringan limfoid yang mengandung limfosit. Kolon, yang membentuk sebagian besar usus besar, tidak berglung-gelung seperti usus halus, tetapi terdiri dari tiga bagia yang relatif lurus: kolon asendens, kolon tranfersum, dan kolon desendens. Bagian akhir kolon desendens berbentuk huruf “S”, yaitu kolon sigmoid (sigmoid berarti berbentuk “S”), dan kemudian berbentuk lurus yang disebut rectum (rectum berarti lurus) (Sherwood, Lauralee, 2001: 582).

Defekasi
Peregangan rectum oleh feses akan mencetuskan kontraksi refleks otot-otot rectum dan keinginan buang air besar. Pada manusia, persarafan simpatis ke sfingter ani internus (involunter) bersifat aksitatorik. Keinginan defekasi pertama kali muncul saat tekanan rectum meningkat sampai sekitar 18 mmHg. Apabila tekanan ini mencapai 55 mmHg, sfingter internus maupun eksternus melemas dan isi rectum terdorong keluar (Ganong, William F, 2008: 491).
Biasanya defekasi ditimbulkan oleh refleks defekasi. Satu dari refleks-refleks ini adalah refleks intrisik yang diperantarai oleh system saraf enteric setempat. Ketika feses memasuki rectum, peregangan dinding rectum menimbulkan sinyal-sinyal aferen yang menyebar melalui pleksus mienterikus untuk menimbulkan gelombang peristaltik di dalam kolon desenden, sigmoid, dan rectum, mendorong feses ke arah anus.

Faktor-faktor yang mempengaruhi defekasi (Potter & Perry, 2005)
Umur. Perubahan perkembangan yang mempengaruhi eliminasi terjadi di sepanjang hidup. Makanan melewati usus infant lebih cepat daripada orang dewasa. Infant belum dapat mengontrol defekasi karena organ-organ yang belum begitu sempurna.
Infeksi. Beberapa penelitian membuktikan bahwa etiologi dari 95% ulcerasi duodenum berhubungan dengan enfeksi bakteri Helicobakter pylori. Namun ulcer ini dapat diterapi menggunakan antibiotik dengan hasil yang sangat sukses.
Diet. Intake makanan reguler sehari-hari membantu mengatur pola peristaltik di colon. Fiber, sisa pencernaan dalam diet, menghasilkan bagian terbesar dalam material fekal. Beberapa makanan seperti susu dan produk-prosuk susu sulit atau hampir tidak mungkin dicerna. Ini dapat dikarenakan oleh intoleransi laktosa.
Intake cairan. Suatu keadaan inadekuat intake cairan atau gangguan keseimbangan cairan akan sangat mempengaruhi dalam karakter dari feses. Cairan mencairkan komponen intestinal dan memudahkan jalannya melalui colon.
Aktivitas fisik. Aktivitas fisik meningkatkan peristaltik, sedangkan imobilisasi akan menurunkan peristaltik. Ambulsi dini setelah pembedahan dapat mendorong pengaturan peristaltik dan eliminasi normal.
Faktor psikologi. Hampir semua fungsi dari system organ dapat terganggu oleh stress emosional yang berkepanjangan. Jika seseorang menjadi cemas, takut, atau marah, respon stersnya akan dimulai, yang mana membuat tubuh menyimoan lebih lama. Proses digesti akan dipercepat, dan peristaltis ditingkatkan untuk menyediakan nutrisi yang diperlukan untuk bertahan.
Kehamilan. Ukuran fetus akan terus meningkat, dan akan terus menekan rectum. Obstruksi yang sifatnya sementara ini akan mengganggu jalan feses.
Karakteristik feses normal
Inspeksi karakter dari feses dapat membarikan informasi mengenai kealamian dari pergantian eiminasi. Warna feses normal umumnya adalah berwarna kuning, terkadang juga bervariasi tergantung diet yang sedang dijalani. Wujudnya berupa semipadat, menibulkan bau yang khas, dan biasanya akan mengapung di air. Pada penderita diare, komposisi fesesnya akan lebih cair dan warnanya akan lebih terang. Beda bila penderita konstipasi, fesesnya akan lebih gelap dan lebih keras.


Daftar Pustaka

Crayonpedia, 2009, SISTEM PENGELUARAN (EKSKRESI), http://www.crayonpedia.org/mw/Sistem_Ekskresi_Pada_Manusia_Dan_Hubungannya_Dengan_Kesehatan_9.1

Ganong, William F, 2008, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 22, EGC; Jakarta
Gibson, John, 2003, Fisiologi dan Anatomi Modern Untuk Perawat edisi 2, EGC; Jakarta
Guyton, Trthur C, 1996, Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit, EGC; Jakarta

Perdanakusuma, David S, 2008, ANATOMI FISIOLOGI KULIT DAN PENYEMBUHAN LUKA, http://surabayaplasticsurgery.blogspot.com/2008/05/anatomi-fisiologi-kulit-dan-penyembuhan.html,

Potter, Patricia A, 2006, Buku ajar Fundamental Keperawatan; konsep, proses, dan praktik edisi 4 vol 2, EGC; Jakarta

Potter & Perry, 2005, Fundamentals of Nursing 2nd edition vol. 2, Elsevier; Australia

Setiadi, 2007, Anatomi dan Fisiologi Manusia, Graha Ilmu; Yogyakarta.

Sherwood, Lauralee, 2001, Fisiologi manusia; dari sel ke sistem edisi 2, EGC; Jakarta

Smeltzer, Suzane C, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner&Suddarth edisis 8 vol 2, EGC; Jakarta

Syaifuddin, 2006, Anatomi fisiologi untuk mahasiswa keperawatan, EGC;Jakarta

No comments: