Photobucket

Sunday, June 21, 2009

Jejak Kaki

Semalam aku bermimpi sedang berjalan menyisir pantai bersama Tuhan.
Di cakrawala terbentang adegan hidupku. Pada setiap adegan, aku melihat dua pasang jejak kaki di pasir, sepasang jejak kakiku dan sepasang lagi jejak kaki Tuhan.

Setelah adegan terakhir dari kehidupanku, terhampar di hadapanku, aku menoleh ke belakang melihat jejak kaki di pasir. Aku melihat bahwa berkali-kali sepanjang jalan hidupku, terutama pada saat-saat paling gawat dan mencekam, hanya terdapat sepasang jejak kaki saja.

Hal ini benar-benar membuat aku sangat kecewa, maka aku bertanya kepada Tuhan, “Tuhan, di manakah Engkau? Engkau mengatakan bila aku mengikut Engkau, Engkau akan berjalan bersama aku sepanjang jalan hidupku. Namun aku memperhatikan bahwa pada saat-saat paling gawat dan beban berat menindas hidupku, hanya terdapat sepasang jejak kaki saja, dan aku tidak mengerti mengapa pada saat aku sangat membutuhkan Engkau, justru Engkau meninggalkan aku.”

Tuhan menjawab, “Anak-Ku, engkau sangat berharga di mata-Ku. Aku sangat mengasihi engkau dan Aku tidak akan meninggalkan Engkau. Pada waktu engkau dalam bahaya dan dalam penderitaan, engkau hanya melihat sepasang jejak kaki saja, karena pada waktu itu Aku menggendog kamu.”

“Sampai masa tuamu, Aku tetap Dia, dan sampai putih rambutmu, Aku menggendongmu.” (Yesaya 46:4)

Tuesday, June 9, 2009

Asuhan Keperawatan Pielonefritis (Pyelonephritis)

A. Definisi

Pielonefritis merupakan infeksi bakteri yang menyerang ginjal, yang sifatnya akut maupun kronis. Pielonefritis akut biasanya akan berlangsung selama 1 sampai 2 minggu. Bila pengobatan pada pielonefritis akut tidak sukses maka dapat menimbulkan gejala lanjut yang disebut dengan pielonefritis kronis.

Pielonefritis merupakan infeksi bakteri pada piala ginjal, tunulus, dan jaringan interstinal dari salah satu atau kedua gunjal (Brunner & Suddarth, 2002: 1436).

Pielonefritis merupakan suatu infeksi dalam ginjal yang dapat timbul secara hematogen atau retrograd aliran ureterik (J. C. E. Underwood, 2002: 668)

B. Etiologi

  1. Bakteri (Escherichia coli, Klebsielle pneumoniac, Streptococus fecalis, dll). Escherichia coli merupakan penyebab 85% dari infeksi (www.indonesiaindonesia.com/f/10918-pielonefritis).

  2. Obstruksi urinari track. Misal batu ginjal atau pembesaran prostat

  3. Refluks, yang mana merupakan arus balik air kemih dari kandung kemih kembali ke dalam ureter.

  4. Kehamilan

  5. Kencing Manis

  6. Keadaan-keadaan menurunnya imunitas untuk malawan infeksi.


C. Manifestasi Klinis

Gejala yang paling umum dapat berupa demam tiba-tiba. Kemudian dapat disertai menggigil, nyeri punggung bagian bawah, mual, dan muntah. Pada beberapa kasus juga menunjukkan gejala ISK bagian bawah yang dapat berupa nyeri berkemih dan frekuensi berkemih yang meningkat.

Dapat terjadi kolik renalis, di mana penderita merasakan nyeri hebat yang desebabkan oleh kejang ureter. Kejang dapat terjadi karena adanya iritasi akibat infeksi. Bisa terjadi pembesaran pada salah satu atau kedua ginjal. Kadang juga disertai otot perut berkontraksi kuat.

Pada pielonefritis kronis, nyerinya dapat menjadi samar-samar dan demam menjadi hilang timbul atau malah bisa tidak ditemukan demam sama sekali.


D. Pemeriksaan Penunjang

  1. Whole blood

  2. Urinalisis

  3. USG dan Radiologi

  4. BUN

  5. creatinin

  6. serum electrolytes


E. Komplikasi

Ada tiga komplikasi penting dapat ditemukan pada pielonefritis akut (Patologi Umum & Sistematik J. C. E. Underwood, 2002: 669):

  • Nekrosis papila ginjal. Sebagai hasil dari proses radang, pasokan darah pada area medula akan terganggu dan akan diikuti nekrosis papila guinjal, terutama pada penderita diabetes melitus atau pada tempat terjadinya obstruksi.

  • Fionefrosis. Terjadi apabila ditemukan obstruksi total pada ureter yang dekat sekali dengan ginjal. Cairan yang terlindung dalam pelvis dan sistem kaliks mengalami supurasi, sehingga ginjal mengalami peregangan akibat adanya pus.

  • Abses perinefrik. Pada waktu infeksi mencapai kapsula ginjal, dan meluas ke dalam jaringan perirenal, terjadi abses perinefrik.


Komplikasi pielonefritis kronis mencakup penyakit ginjal stadium akhir (mulai dari hilangnya progresifitas nefron akibat inflamasi kronik dan jaringan parut), hipertensi, dan pembentukan batu ginjal (akibat infeksi kronik disertai organisme pengurai urea, yang mangakibatkan terbentuknya batu) (Brunner&Suddarth, 2002: 1437).

F. Penatalaksanaan

  1. Penatalaksanaan medis menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith tahun 2007:

  • Mengurangi demam dan nyeri dan menentukan obat-obat antimikrobial seperti trimethroprim-sulfamethoxazole (TMF-SMZ, Septra), gentamycin dengan atau tanpa ampicilin, cephelosporin, atau ciprofloksasin (cipro) selama 14 hari.

  • Merilekskan otot halus pada ureter dan kandung kemih, meningkatkan rasa nyaman, dan meningkatkan kapasitas kandung kemih menggunakan obat farmakologi tambahan antispasmodic dan anticholinergic seperti oxybutinin (Ditropan) dan propantheline (Pro-Banthine)

  • Pada kasus kronis, pengobatan difokuskan pada pencegahan kerusakan ginjal secara progresif.


2. Penetalaksanaan keperawatan menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith tahun 2007:

  • Mengkaji riwayat medis, obat-obatan, dan alergi.

  • Monitor Vital Sign

  • Melakukan pemeriksaan fisik

  • Mengobservasi dan mendokumentasi karakteristik urine klien.

  • Mengumpulkan spesimen urin segar untuk urinalisis.

  • Memantau input dan output cairan.

  • Mengevaluasi hasil tes laboratorium (BUN, creatinin, serum electrolytes)

  • Memberikan dorongan semangat pada klien untuk mengikuti prosedur pengobatan. Karna pada kasus kronis, pengobatan bertambah lama dan memakan banyak biaya yangdapat membuat psien berkecil hati


G. Patofisiologi

Bakteri naik ke ginjal dan pelvis ginjal melalui saluran kandung kemih dan uretra. Flora normal fekal seperti Eschericia coli, Streptococus fecalis, Pseudomonas aeruginosa, dan Staphilococus aureus adalah bakteri paling umum yang menyebabkan pielonefritis akut. E. coli menyebabkan sekitar 85% infeksi.

Pada pielonefritis akut, inflamasi menyebabkan pembesaran ginjal yang tidak lazim. Korteks dan medula mengembang dan multipel abses. Kalik dan pelvis ginjal juga akan berinvolusi. Resolusi dari inflamasi menghsilkan fibrosis dan scarring. Pielonefritis kronis muncul stelah periode berulang dari pielonefritis akut. Ginjal mengalami perubahan degeneratif dan menjadi kecil serta atrophic. Jika destruksi nefron meluas, dapat berkembang menjadi gagal ginjal.


H. Diagnosa Keperawatan

a. Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada ginjal.
b. Hipertermi berhubungan dengan respon imunologi terhadap infeksi.

c. Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan, frekuensi, dan atau nokturia) yang berhubungan dengan infeksi pada ginjal.
d. Nyeri yang berhubungan dengan infeksi pada ginjal.
e. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, metode pencegahan, dan instruksi perawatan di rumah.


I. Rencana Keperawatan

A. Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada ginjal

Intervensi :
1)Kaji suhu tubuh pasien setiap 4 jam dan lapor jika suhu diatas 38,50 C
Rasional :
Tanda vital menandakan adanya perubahan di dalam tubuh
2)Catat karakteristik urine
Rasional :
Untuk mengetahui/mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
3)Anjurkan pasien untuk minum 2 – 3 liter jika tidak ada kontra indikasi
Rasional :
Untuk mencegah stasis urine
4)Monitor pemeriksaan ulang urine kultur dan sensivitas untuk menentukan respon terapi.
Rasional :
Mengetahui seberapa jauh efek pengobatan terhadap keadaan penderita.
5)Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih secara komplit setiap kali kemih.
Rasional :
Untuk mencegah adanya distensi kandung kemih
6)Berikan perawatan perineal, pertahankan agar tetap bersih dan kering.
Rasional :
Untuk menjaga kebersihan dan menghindari bakteri yang membuat infeksi uretra


B. Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan, frekuensi, dan atau nokturia) yang berhubungan dengan infeksi pada ginjal.

Intervensi :
1)Ukur dan catat urine setiap kali berkemih
Rasional :
Untuk mengetahui adanya perubahan warna dan untuk mengetahui input/out put
2)Anjurkan untuk berkemih setiap 2 – 3 jam
Rasional :
Untuk mencegah terjadinya penumpukan urine dalam vesika urinaria.
3)Palpasi kandung kemih tiap 4 jam
Rasional :
Untuk mengetahui adanya distensi kandung kemih.
4)Bantu klien ke kamar kecil, memakai pispot/urinal
Rasional :
Untuk memudahkan klien di dalam berkemih.
5)Bantu klien mendapatkan posisi berkemih yang nyaman
Rasional :
Supaya klien tidak sukar untuk berkemih.


C. Nyeri yang berhubungan dengan infeksi pada ginjal.

Intervensi :
1)Kaji intensitas, lokasi, dan factor yang memperberat atau meringankan nyeri.
Rasional :
Rasa sakit yang hebat menandakan adanya infeksi
2)Berikan waktu istirahat yang cukup dan tingkat aktivitas yang dapat di toleran.
Rasional :
Klien dapat istirahat dengan tenang dan dapat merilekskan otot-otot
3)Anjurkan minum banyak 2-3 liter jika tidak ada kontra indikasi
Rasional :
Untuk membantu klien dalam berkemih
4)Berikan obat analgetik sesuai dengan program terapi.
Rasional :
Analgetik memblok lintasan nyeri


D. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, metode pencegahan, dan instruksi perawatan di rumah.

Intervensi :
1)Kaji tingkat kecemasan
Rasional :
Untuk mengetahui berat ringannya kecemasan klien
2)Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional :
Agar klien mempunyai semangat dan mau empati terhadap perawatan dan pengobatan
3)Beri support pada klien
Rasional :
4)Beri dorongan spiritual
Rasional :
Agar klien kembali menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan YME.Beri support pada klien
5)Beri penjelasan tentang penyakitnya
Rasional :
Agar klien mengerti sepenuhnya tentang penyakit yang dialaminya.


E. Hipertermi berhubungan dengan respon imunologi terhadap infeksi.

Intervensi:

1) Pantau suhu

Rasional:

Tanda vital dapat menandakan adanya perubahan di dalam tubuh.

2) Pantau suhu lingkungan

Rasional:

Suhu ruangan dan jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal

3) Lakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antipiretik

Rasional:

Mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus

Asuhan Keperawatan Sifilis (Syphilis)

A. Definisi

Sifilis adalah salah satu penyakit menular seksual. Penyakit tersebut ditularkan melalui hubungan seksual, penyakit ini bersifat Laten atau dapat kambuh lagi sewaktu-waktu selain itu bisa bersifat akut dan kronis. Penyakit ini dapat cepat diobati bila sudah dapat dideteksi sejak dini. Kuman yang dapat menyebabkan penyakit sifilis dapat memasuki tubuh dengan menembus selaput lendir yang normal dan mampu menembus plasenta sehingga dapat menginfeksi janin (Soedarto, 1998).

Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Treponema pallidum. Penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Penyakit ini sangat kronik, bersifat sistemik dan menyerang hampir semua alat tubuh (Hidayat, 2009).

Sifilis ialah penyakit infeksi oleh Treponema palidum dengan perjalanan penyakit yang kronis, adanya remisi dan aksaserbasi, dapat menyerang semua organ dalam  tubuh terutama sistem kardiovaskular, otak, dan susunan saraf, serta dapat terjadi sifilis kongenital (Mansjoer, Arif, et al, 2000: 153).

Berdasarkan beberapa teori di atas, dapat disimpulkan bahwa sifilis adalah penyakit infeksi yang dapat digolongkan Penyakit Menular Seksual (PMS), yang disebabkan oleh Treponema palidium, yang bersifat kronis dan bekerja secara sistemik.

 

B. Etiologi

Sifilis disebabkan oleh Treponema Pallidum. Treponema Pallidum termasuk ordo Spirochaeta, famili Treponemetoceae yang berbentuk seperti spiral dengan panjang antara 5- 20 mikron dan lebar 0,1- 0,2 mikron, mudah dilihat dengan mikroskop lapangan gelap akan nampak seperti spiral yang bisa melakukan gerakan seperti rotasi. Organisme ini bersifat anaerob mudah dimatikan oleh sabun, oksigen, sapranin, bahkan oleh Aquades. Didalam darah donor yang disimpan dalam lemari es Treponema Pallidum akan mati dalam waktu tiga hari tetapi dapat ditularkan melalui tranfusi mengunakan darah segar (Soedarto, 1990). Sifilis ini juga dapat menular melalui hubungan seksual dengan penderita sifilis. Kontak kilit dengan lesi yang mengandung T. pallidum juga akan menularkan penyakit sifilis.

 

C. Manifestasi Klinis

1. Sifilis primer

Berlangsung selama 10 - 90 hari sesudah infeksi ditandai oleh Chancre sifilis dan adenitis regional. Papula tidak nyeri  tampak pada tempat sesudah masuknya Treponema pallidum. Papula segera berkembang menjadi ulkus bersih, tidak nyeri dengan tepi menonjol yang disebut chancre. Infeksinya sebagai lesi primer akan terlihat ulserasi (chancre) yang soliter, tidak nyeri, mengeras, dan terutama terdapat di daerah genitalia disertai dengan pembesaran kelenjar regional yang tidak nyeri. Chancre biasanya pada genitalia berisi Treponema pallidum yang hidup dan sangat menular, chancre extragenitalia dapat juga ditemukan pada tempat masuknya sifilis primer. Chancre biasanya bisa sembuh dengan sendirinya dalam 4 – 6 minggu dan setelah sembuh menimbulkan jaringan parut. Penderita yang tidak diobati infeksinya berkembang ke manifestasi sifilis sekunder.

 

2 . Sifilis Sekunder

Terjadi sifilis sekunder, 2–10 minggu setelah chancre sembuh. Manifestasi sifilis sekunder terkait dengan spiroketa dan meliputi ruam, mukola papuler non pruritus, yang dapat terjadi diseluruh tubuh yang meliputi telapak tangan dan telapak kaki; Lesi pustuler dapat juga berkembang pada daerah yang lembab di sekitar anus dan vagina, terjadi kondilomata lata (plak seperti veruka, abu–abu putih sampai eritematosa). Dan plak putih  disebut (Mukous patkes) dapat ditemukan pada membran mukosa, gejala yang  ditimbulkan dari sifilis sekunder adalah penyakit seperti flu seperti demam ringan, nyeri kepala, malaise, anoreksia, penurunan berat badan, nyeri tenggorokan, mialgia, dan artralgia serta limfadenopati menyeluruh sering ada. Manifestasi ginjal, hati, dan mata dapat ditemukan juga, meningitis terjadi 30% penderita. Sifilis sekunder dimanifestasikan oleh pleositosis dan kenaikan cairan protein   serebrospinal (CSS), tetapi penderita tidak dapat menunjukkan gejala neurologis sifilis laten.

 

1.     Relapsing sifilis.

Kekambuhan penyakit sifilis terjadi karena pengobatan yang tidak tepat dosis dan jenisnya. Pada waktu terjadi kekambuhan gejala – gejala klinik dapat timbul kembali, tetapi mungkin juga tanpa gejala hanya perubahan serologinya yaitu dari reaksi STS  (Serologis Test for Syfilis) yang negatif menjadi positif. Gejala yang timbul kembali sama dengan gejala klinik pada stadium sifilis sekunder.

     Relapsing sifilis yang ada terdiri dari :

a.     Sifilis laten

Fase tenang yang terdapat antara hilangnya gejala klinik sifilis sekunder dan tersier, ini berlangsung selama 1 tahun pertama masa laten (laten awal). Tidak terjadi kekambuhan sesudah tahun pertama  disertai sifilis lambat yang tidak mungkin bergejala. Sifilis laten yang infektif dapat ditularkan selama 4 tahun pertama sedang sifilis laten yang tidak menular berlangsung setelah 4 tahun tersebut. Sifilis laten selama berlangsung tidak dijumpai gejala klinik hanya reaksi STS positif.

 

b.     Sifilis tersier

Sifilis lanjut ini dapat terjadi bertahun – tahun sejak sesudah gejala sekunder menghilang. Pada stadium ini penderita dapat mulai menunjukkan manifestasi penyakit tersier yang meliputi neurologis, kardiovaskuler dan lesi gummatosa, pada kulit dapat terjadi lesi berupa nodul, noduloulseratif atau gumma. Gumma selain mengenai kulit dapat mengenai semua bagian tubuh sehingga dapat terjadi aneurisma aorta, insufisiensi aorta, aortitis dan kelainan pada susunan syaraf pusat (neurosifilis ).

 

c.     Sifilis kongenital

Sifilis kongenital yang terjadi akibat penularan dari ibu hamil yang menderita sifilis kepada anaknya melalui plasenta. Ibu hamil dengan sifilis dengan pengobatan tidak tepat atau tidak diobati akan mengakibatkan sifilis kongenital pada bayinya. Infeksi intrauterin dengan sifilis mengakibatkan anak lahir mati, infantille congenital sifilis atau sifilis timbul sesudah anak menjadi besar dan bahkan sesudah dewasa. Pada infantil kongenital sifilis bayi mempunyai lesi – lesi mukokutan. Kondiloma, pelunakan tulang – tulang panjang, paralisis dan rinitis yang persisten. Sedangkan jika sifilis timbul sesudah anak menjadi besar atau dewasa maka kelainan yang timbul pada umumnya menyangkut susunan syaraf pusat misalnya parasis atau tabes, atrofi nervous optikus dan tuli akibat kelainan syaraf nervous kedelapan,  juga interstitial keratitis, stig mata tulang dan gigi, saddel – nose, saber shin ( tulang kering terbentuk seperti pedang ) dan kadang – kadang gigi Hutchinson dapat dijumpai. Prognosis sifilis kongenital tergantung beratnya infeksi tetapi kelainan yang sudah terjadi akibat neurosifilis biasanya sudah bisa disembuhkan. (Soedarto, 1990).

 

D. Patofisiologi

  1. Stadium Dini

Pada sifilis yang didapat, Treponema pallidum masuk ke dalam kulit melalui mikrolesi atau selaput lendir, biasanya melalui senggama. Kuman tersebut berkembang biak, jaringan bereaksi dengan membentuk infiltrat yang terdiri atas sel-sel limfosit dan sel-sel plasma, terutama di perivaskuler, pembuluh-pembuluh darah kecil berproliferasi dikelilingi oleh Treponema pallidum dan sel-sel radang. Enarteritis pembuluh darah kecil menyebabkan perubahan hipertrofi endotelium yang menimbulkan obliterasi lumen (enarteritis obliterans). Pada pemeriksaan klinis tampak sebagai S I. Sebelum S I terlihat, kuman telah mencapai kelenjar getah bening regional secara limfogen dan berkembang biak, terjadi penjalaran hematogen yang menyebar ke seluruh jaringan tubuh. Multiplikasi diikuti oleh reaksi jaringan sebagai S II yang terjadi 6-8 minggu setelah S I. S I akan sembuh perlahan-lahan karena kuman di tempat tersebut berkurang jumlahnya. Terbentuklah fibroblas-fibroblas dan akhirnya sembuh berupa sikatrik. S II juga mengalami regresi perlahan-lahan lalu menghilang. Timbul stadium laten. Jika infeksi T. pallidum gagal diatasi oleh proses imunitas tubuh, kuman akan berkembang biak lagi dan menimbulkan lesi rekuren. Lesi dapat timbul berulang-ulang.

 

  1. Stadium Lanjut

Stadium laten berlangsung bertahun-tahun karena treponema dalam keadaan dorman. Treponema mencapai sistem kardiovaskuler dan sistem saraf pada waktu dini, tetapi kerusakan perlahan-lahan sehingga memerlukan waktu bertahun-tahun untuk menimbulkan gejala klinis. Kira-kira dua pertiga kasus dengan stadium laten tidak memberi gejala.

 

E. Pathway

Kurang pengetahuan            Treponema pallidum

 

            Unhealthy sex            Mikrolesi/Selaput lender (port de entry)

 

Berkembang biak

 

Jaringan bereaksi

 

Membentuk infiltrate (Sel limfosit dan sel plasma)

 

Pembuluh darah kecil

 

Berproliferasi

 

Dikelilingi T. pallidum dan sel radang

 

Hipertropi endothelium

 

Obstruksi lumen

            Gangguan integritas kulit            Lesi                      Gangguan konsep diri

 

                        Pengobatan                        Tidak ada pengobatan

 

           Sifilis sembuh                             Kelenjar getah bening regional

 

                                                Penyebaran hematogen

                        Hipertermi                        Infeksi sistemik

 

 


Neuro                         Kardio

           

                                                                              Gangguan   

                                                                                                                                          perfusi

                                                                                                                                          jaringan                 

Inflamasi membran&                                           

Cairan sekitar otak serta                        inflamasi aorta,

Spinal cord                           arteri mayor, dan

                                           pembuluh darah lainnya                                    Nyeri

 

 

Meningitis, Koordinasi otot yang buruk,

Paralysis, Numbness                                                              Gangguan mobilitas fisik

 

 

 

F. Pemeriksaan Penunjang

Untuk menentukan diagnosis sifilis maka dilakukan pemeriksaan klinik, serologi atau pemeriksaan dengan mengunakan mikroskop lapangan gelap (darkfield microscope). Pada kasus tidak bergejala diagnosis didasarkan pada uji serologis treponema dan non protonema. Uji non protonema seperti Venereal Disease Research Laboratory ( VDRL ). Untuk mengetahui antibodi dalam tubuh terhadap masuknya Treponema pallidum. Hasil uji kuantitatif uji VDRL cenderung berkorelasi dengan aktifitas penyakit sehingga amat membantu dalam skrining, titer naik bila penyakit aktif (gagal pengobatan atau reinfeksi) dan turun bila pengobatan cukup. Kelainan sifilis primer yaitu chancre harus dibedakan dari berbagai penyakit yang ditularkan melalui hubungan kelamin yaitu chancroid, granuloma inguinale, limfogranuloma  venerium, verrucae acuminata, skabies, dan keganasan ( kanker ).

 

G. Komplikasi

Tanpa pengobatan, sifilis dapat membawa kerusakan pada seluruh tubuh. Sifilis juga meningkatkan resiko infeksi HIV, dan bagi wanita, dapat menyebabkan gangguan selama hamil. Pengobatan dapat membantu mencegah kerusakan di masa mendatang tapi tidak dapat memperbaiki kerusakan yang telah terjadi.

Benjolan kecil atau tumor
Disebut gummas, benjolan-benjolan ini dapat berkembang dari kulit, tulang, hepar, atau organ lainnya pada sifilis tahap laten. Jika pada tahap ini dilakukan pengobatan, gummas biasanya akan hilang.

Masalah Neurologi
Pada stadium laten, sifilis dapat menyebabkan beberapa masalah pada nervous sistem, seperti:

§  Stroke

§  Infeksi dan inflamasi membran dan cairan di sekitar otak dan spinal cord (meningitis)

§  Koordinasi otot yang buruk

§  Numbness (mati rasa)

§  Paralysis

§  Deafness or visual problems

§  Personality changes

§  Dementia

Masalah kardiovaskular
Ini semua dapat meliputi bulging (aneurysm) dan  inflamasi aorta, arteri mayor, dan pembuluh darah lainnya. Sifilis juga dapat menyebabkan valvular heart desease, seperti aortic valve stenonis.

 

 

Infeksi HIV
Orang dewasa dengan penyakit menular seksual sifilis atau borok genital lainnya mempunyai perkiraan dua sampai lima kali lipat peningkatan resiko mengidap HIV. Lesi sifilis dapat dengan mudah perdarahan, ini menyediakan jalan yang sangat mudah untuk masuknya HIV ke aliran darah selama aktivitas seksual.

Komplikasi kehamilan dan bayi baru lahir
Sekitar 40% bayi yang mengidap sifilis dari ibunya akan mati, salah satunya melalui keguguran, atau dapat hidup namun dengan umur beberapa hari saja. Resiko untuk lahir premature juga menjadi lebih tinggi.

         Pada stadium primer komplikasi  diatas belum terjadi. Manifestasi di atas dapat muncul pada sifilis dengan stadium tersier dan kongenital karena infeksi Treponema mencapai sistem saraf pusat (SSP), sehingga apabila sudah mengenai SSP maka akan mengganggu semua sistem tubuh  sehingga akan terjadi penurunan daya imun yang memudahkan masuknya infeksi lainnya, pada organ ginjal akan menyebabkan gangguan sistem perkemihan dan akan mengganggu sistem organ lainnya.

 

H. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan

Penatalaksanaan Medis

·      Sifilis primer dan sekunder

1.     Penisilin benzatin G dosis 4,8 juta unit IM (2,4juta unit/kali) dan diberikan 1 x seminggu

2.     Penisilin prokain dalam aqua dengan dosis 600.000 unit injeksi IM sehari selama 10 hari.

3.     Penisilin prokain +2% alumunium monostearat, dosis total 4,8 juta unit, diberikan 2,4 juta unit/kali sebanyak dua kali seminggu.

§  Sifilis laten

1.     Penisilin benzatin G dosis total 7,2 juta unit

2.     Penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 12 juta unit (600.000 unit sehari).

3.     Penisilin prokain +2% alumunium monostearat, dosis total 7,2 juta unit (diberikan 1,2 juta unit/kali, dua kali seminggu).

§  Sifilis III

1.     Penisilin benzatin G dosis total 9,6 juta unit

2.     Penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 18 juta unit (600.000 unit)

3.     Penisilin prokain + 2% alumunium monostearat, dosis total 9,6 juta unit (diberikan 1,2 juta unit/kali, dua kali seminggu)

§  Untuk pasien sifilis I dan II yang alergi terhadap penisilin, dapat diberikan:

1.     Tertrasiklin 500mg/oral, 4x sehari selama 15 hari.

2.     Eritromisin 500mg/oral, 4x sehari selama 15 hari.

Untuk pasien sifilis laten lanjut (> 1 tahun) yang alergi terhadap penisilin, dapat diberikan:

1.     Tetrasiklin 500mg/oral, 4x sehari selama 30 hari

2.     Eritromisin 500mg/oral, 4x sehari selama 30 hari.

*Obat ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil, menyusui, dan anak-anak.

 

Penatalaksanaan Keperawatan

§  Memberikan pendidikan kepada pasien dengan menjelaskan hal-hal sebagai berikut:

1.     Bahaya PMS dan komplikais

2.     Pentingnya mamatuhi pengobatan yang diberikan

3.     Cara penularan PMS dan pengobatan untuk pasangan seks tetapnya

4.     Hindari hubungan seks sebelum sembuh dan memakai kondom jika tidak dapat dihindarkan lagi.

5.     Pentingnya personal hygiene khususnya pada alat kelamin

6.     Cara-cara menghindari PMS di masa mendatang.

 

I.               Pengkajian Keperawatan

Sifilis merupakan infeksi  kronik menular yang dapat menyebabkan penurunan daya imum seseorang dan bersifat kongenital sehingga dapat mengakibatkan kematian dan kemandulan.

 

 

1.              Aktivitas

Gejala: kelelahan terus- menerus, kaku kuduk, malaise,.

Tanda: kelemahan, perubahan tanda- tanda vital.

2.              Sirkulasi

Gejala: komplikasi kardiovaskuler, aneurisma.

Tanda:  tekanan darah kadang-kadang naik.

3.              Intergritas ego

Gejala: ansietas, kuatir dan takut.kurang pengetahuan tentang penyakit.

Tanda: cemas, gelisah, bertanya-tanya terus tentang penyakit, menyendiri.

4.              Eliminasi

Gejala: penurunan berkemih, nyeri pada saat kencing, kencing keluar Nanah.

Tanda: kencing bercampur nanah,nyeri pada saat kencing.

5.              Makanan dan cairan

Gejala: anoreksia, nausea

Tanda: vomiting

6.              Hygiene

Gejala: kurang kebersihan genitalia

7.              Neurosensori

Gejala: pusing, paresis

Tanda: Kerusakan SSP, atralgia

8.              Nyeri dan kenyamanan

Gejala: nyeri BAK

Tanda: gelisah dan perilaku menghindari nyeri

9.              Interaksi sosial

Gejala: kurang percaya diri bergaul dengan masyarakat

 

J. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri kronis b.d adanya lesi pada jaringan

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien, nyeri klien hilang dan kenyamanan terpenuhi

Kriteria:

§  Nyeri klien berkurang

§  Ekspresi wajah klien tidak kesakitan

§  Keluhan klien berkurang

§  Skala 0-1

§  TTV TD: 110/80-120/90 mmHg, T: 360-370C, HR: 70-100x/mnt, RR:16-20x/mnt

Intervensi:

1.     Kaji riwayat nyeri dan respon terhadap nyeri

2.     Kaji kebutuhan yang dapat mengurangi nyeri dan jelaskan tentang teknik 

mengurangi nyeri dan penyebab nyeri

1.     Ciptakan lingkungan yang nyaman (mengganti alat tenun)

2.     Kurangi stimulus yang tidak menyenangkan

3.     Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik

 

b. Hipertermi b.d proses infeksi

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien, klien akan memiliki suhu tubuh normal

Kriteria:

§  Suhu 36–37 °C

§  Klien tidak menggigil

§  Klien dapat istirahat dengan tenang

Intervensi:

o   Observasi keadaan umum klien dengan tanda vital tiap 2 jam sekali

o   Berikan antipiretik sesuai anjuran dokter dan monitor keefektifan 30-60 menit  

o   kemudian

o   Berikan kompres di dahi dan lengan

o   Anjurkan agar klien menggunakan pakaian yang tipis dan longgar

o   Berikan minum yang banyak pada klien

 

 

 

c. Kerusakan integritas kulit b.d. substansi kimia (T. pallidum)

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien, klien memiliki integritas kulit yang baik.

Kriteria:

§  Integritas kulit yang baik bias dipertahankan (sensasi, elastic, temperature, hidrasi, pigmentasi).

§  Tidak ada luka/lesi pada kulit

§  Perfusi jaringan baik

§  Menunjukkan adanya perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cidera berulang.

§  Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami.

Intervensi:

o   Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar.

o   Hindari kerutan pada tempat tidur.

o   Jaga kenersihan kulit agar tetap bersih dan kering.

o   Monitor kulit akan adanya kemerahan.

o   Monitor status nutrisi pasien.

o   Mandikan pasien dengan sabun dan air hangat.

 

d. Cemas b.d proses penyakit

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien, cemas berkurang atau hilang

Kriteria:

·      Klien merasa rileks

§  TTV TD: 110/80-120/90 mmHg, T: 360-370C, HR: 70-100x/mnt, RR:16-20x/mnt

·      Klien dapat menerima dirinya apa adanya

Intervensi:

o   Kaji tingkat ketakutan dengan cara pendekatan dan bina hubungan saling percaya

o   Pertahankan lingkungan yang tenang dan aman serta menjauhkan benda-benda berbahaya

o   Libatkan klien dan keluarga dalam prosedur pelaksanaan dan perawatan

o   Ajarkan penggunaan relaksasi

o   Beritahu tentang penyakit klien dan tindakan yang akan dilakukan secara   sederhana.