Photobucket

Friday, November 13, 2009

Diabetes Melitus

A. Definisi
Diabetes mellitus adalah gengguan kronis metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Insufisiensi relatif satau absolut dlam respons sekretorik insulin, yang diterjemahkan menjadi gangguan pemakaian karbohidrat (glukosa), merupakan gambaran khas pada diabetes mellitus, demikian juga hiperglikemia yang terjadi (Robbins, 2007: 718).

Diabetes melitus merupakan suatu kelompok kelainan heterogen yang ditandai dengan kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Brunner & Suddarth, 2002: 1220).

Diabetes Mellitus adalah sekumpulan penyakit genetik dan gangguan heterogen yang secara khusus ditandai dengan ketidaknormalan dalam keseimbangan kadar glukosa yaitu hiperglikemia (Lewis, 2000, Medical Surgical Nursing, 2000: 1367).

Dari beberapa teori di atas, maka dapat disimpulkan bahwa, diabetes malitus (DM) adalah suatu penyakit kronis yang sifatnya heterogen yang ditandai dengan hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein.

B. Etiologi
Ada beberapa tipe dari Diabetes mellitus. Kedua tipe ini dibedakan berdasarkan penyebabnya, yaitu: (1) Tipe I, diabetes tergantung insulin (Insulin Dependent Diabetes Melitus atau IDDM), (2) Tipe II, diabetes tidak tergantung insulin (Non-Insulin Dependent Diabetes Melitus atau NIDDM), (3) Diabets mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindron lainnya, (4) Diabetes malitus Gestasional (GDM).

Diabetes tipe I diatandai dengan penghancuran sel-sel beta pancreas.kombinasi faktor genetic, imunologi, dan mungkin pula lingkungan (missal infeksi virus) diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta. Berdasarkan faktor genetic, ditemukan pasien dengan kulit putih (Caucasian) dengan diabetes tipe I memperlihatkan tipe HLA (Human Immunologi Antigen yang spesifik (DR3 dan DR4) berjumlah 95%. Pada diabetes tipe I terdapat bukti bahwa adanya suatu proses otoimun, yang mana suatu proses abnormal dari antibody yang menyerang sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen (internal). Faktor eksternal seperti virus juga dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi fungsi sel beta.

Diabetes tipe II erat hubungannya dengan faktor genetic dan gaya hidup. Diabetes tipe II cenderung terjadi pada usia di atas 60 tahun. Resistensi insulin menyebabnkan glokosa tidak dapat masuk ke dalam sel. Pada kegemukan dan obesitas, kesensitivan insulin jaringan sasaran menurun, dan kadar serum insulin mungkin meningkat untuk mengkompensasi resistensi insulin tersebut.

C. Patofisiologi
Pada diabetes tipe I terdapat defisiensi insulin karena ketidak mampuan menghasilkan insulin akibat proses otoimun. Sehingga glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia. Jika konsentrasi glukosa darah terlalu tinggi, maka ginjal tidak mampu menyerap kembali glukosa, akibatnya akan muncul glukosa dalam urine (glukosuria).

Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotic. Sebagai akibatnya akan terjadi peningkatan frekuensi berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien akan mengalami peningkatan selara makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Keadaan ini juga dapat memicu proses glikogenolisis dan glukoneogenesis. Akibatnya, benda keton yang merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam-basa tubuh, akan bertambah jumlahnya, yang dapat disebut dengan ketoasidosis diabetik.

Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normanya insulin akan terikar dengan reseptor khusus pada permukaan sel, sehingga dapat terjadi serangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi insulin disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh insulin (Brunner & Suddart 2002: 1223).

D. Gejala dan Tanda
DM Tipe I :
a. Poliuria, polidipsia terjadi akibat konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan yang disebut diuresis osmotik.
b. Polifagia : akibat menurunnya simpanan kalori dan defisiensi insulin mengganggu metabolisme
protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan.
c. Kelelahan dan kelemahan.
d. Nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton, perubahan kesadaran,
koma bahkan kematian yaitu akibat dari ketoasidosis, yang merupakan asam yang
mengganggu keseimbangan asam basa tubuh bila jumlahnya berlebihan.

DM Tipe II :
Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lama dan progresif maka DM Tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi dengan gejala ringan seperti :
a. Kelelahan
b. Iritabilitas
c. Poliuria
d. Polidipsia
e. Luka pada kulit yang lama sembuh
f. Infeksi vagina
g. Pandangan kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi sekali).

E. Pemeriksaan Penunjang
Untuk glukosa darah puasa, pasien harus berpuasa 6-12 jam sebelum diambil darahnya. Setelah diambil darahnya, penderita diminta makan makanan seperti yang biasa dia makan/minum glukosa per oral (75 gr) untuk TTGO, dan harus dihabiskan dalam waktu 15-20 menit. Dua jam kemudian diambil darahnya untuk pemeriksaan glukosa 2 jam PP (Anik & Benard, 2008).

Untuk pemeriksan kadar gula darah dapat menggunakan:
Gula darah puasa, positif DM bila di atas 140 mg/dl.
Gula darah sewaktu, positif DM bila di atas 200 mg/dl. Merupakan gula darah yang diambil sewaktu-waktu.
Gula darah 2 jam PP, positif DM bila lebih dari 200 mg/dl
Tes toleransi glukosa, positif DM bila lebih dari 200 mg/dl. Tes toleransi glukosa oral merupakan pemeriksaan yang lebih sensitive daripada tes toleransi glukosa intravena yang hanya digunakan dalam situasi tertentu (misalnya, untuk pasien yang pernah menjalani operasi lambung) (Brunner & Suddart, 2002: 1225).
HbAIC (Glucosated Haemoglobin AIC) meningkat yaitu terikatnya glukosa dengan Hb. (Normal : 3,8-8,4 mg/dl). HbA1C adalah komponen Hb yang terbentuk dari reaksi non-enzimatik antara glukosa dengan N terminal valin rantai b Hb A dengan ikatan Almidin. HbA1C akan meningkat secara signifikan bila glukosa darah meningkat. Karena itu, HbA1C bisa digunakan untuk melihat kualitas kontrol glukosa darah pada penderita DM (glukosa darah tak terkontrol, terjadi peningkatan HbA1C -nya) sejak 3 bulan lalu (umur eritrosit). HbA1C meningkat: pemberian Tx lebih intensif untuk menghindari komplikasi. Nilai yang dianjurkan PERKENI untuk HbA1C (terkontrol): 4%-5,9%. Jadi, HbA1C penting untuk melihat apakah penatalaksanaan sudah adekuat atau belum. Sebaiknya, penentuan HbA1C ini dilakukan secara rutin tiap 3 bulan sekali (Anik & Benard, 2008).
Pemeriksaan mikroalbuminuria, Pemeriksaan untuk memantau komplikasi nefropati: mikroalbuminuria serta heparan sulfat urine (pemeriksaan ini jarang dilakukan). Pemeriksaan lainnya yang rutin adalah pemeriksaan serum ureum dan kreatinin untuk melihat fungsi ginjal. Menurut Schrier et al (1996), ada 3 kategori albuminuria, yaitu albuminuria normal (<20 mg/menit), mikroalbuminuria (20--200 mg/menit), Overt Albuminuria (>200 mg/menit). Pemeriksaan albuminuria sebaiknya dilakukan minimal 1x per tahun pada semua penderita DM usia > 12 tahun.

F. Prinsip Diagnosa DM
Adanya kadar glukosa darah meningkat secara abnormal merupakan kriteria yang melandasi penegakan diagnosis diabetes. Kadar gula darah plasma pada waktu puasa (gula darah nutcher) yang besarnya diatas 140 mg/dL (SI: 7,8 mmol/L) atau kadar glukosa darah sewaktu (gula darah random) yang di atas 200 mg/dL (SI: 11,1 mmol/l) pada satu kali pemeriksaan atau lebih merupakan kriteria diagnostik penyakit diabetes. Jika kadar gula darah puasanya normal atau mendekati normal, penegakan diagnosis harus berdasarkan tes toleransi glukosa (Brunner & Suddart, 2002: 1225).

G. Prinsip Terapi
Tujuan utama penatalaksanaan klien dengan diabetes mellitus adalah untuk mengatur glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi acut dan kronik. Jika klien berhasil mengatasi diabetes yang dideritanya, ia akan terhindar dari hyperglikemia atau hypoglikemia. Penatalaksanaan diabetes tergantung pada ketepatan interaksi dari tiga faktor aktifitas fisik, diet dan intervensi farmakologi dengan preparat hyperglikemik oral dan insulin (Harnawatiaj, 2008).

1. Terapi Medis
Kalau pasien memerlukan obat-obatan biasanya agen hipoglikemi fisiologis yang disebut insulin, diberikan dalam bentuk injeksi, bisa juga diberikan obat anti diabet oral berupa tablet. Atau obat terdiri dari; parenteral; insulin dan oral yaitu tablet diabetikum (obat golongan Sulfonilurea, Biguanid tidak dapat dipakai pada pasien IDDM.
Pemberian dosis insulin bervariasi sesuai dengan tinggi rendahnya gula darah, kebutuhan insulin biasanya meningkat pada pasien yang mengalami penyakit serius, mendapat penyakit infeksi dan menderita trauma berat. Dosis insulin diberikan sesuai dengan respon pasien atau dikontrol pemeriksaan GD dan urine, dan perhatikanlah komplikasi- komplikasi yang dapat timbul akibat dari pemberian insulin.

2. Terapi Keperawatan
Terapi keperawatan pada psien DM cenderung pada pemberian penkes mengenai diit untuk penderita DM, latihan atau gerak olahraga, pemantauan kadar gula darah, dan kolaborasi terapi (bila diperlukan), serta perawatan gangren (bila terjadi).

Penatalaksanaan diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan diabetes.bagi pasien yang memerlukan insulin untuk membantu mengendalikan kadar glukosa darah, upaya mempertahankan konsistensi jumlah kalori dan karbohidrat yang dikonsumsi pada jam-jam makan yang berbeda merupakanhal penting. Sedangkan pada pasien obesitas (khususnya pasien diabetes tipe II), penurunan berat badan merupakan kunci dalam penanganan diabetes. Obesitas akan disertai peningkatan resistensi terhadap insulin dan merupakan salah satu faktor etiologi utama yang menyertai diabetes mellitus.
Distribusi kalori, merupakan rencana Kaman bagi penyandang diabetes juga memfokuskan presentase kalori yang berasal dari karbohidrat, lemak, dan protein. Distribusi karbohidrat saat ini lebih dianjurkan daripada protein dan lemak. Perhimpunan Diabetes Amerika dan Persatuan Diabetik Amerika merekomendasikan behwa untuk semua tingkat asuoan kalori, maka 50% hingga 60% kalori berasal dari karbohidrat, 20% hingga 30% dari lemak, 12% hingga 20% lainnya berasal dari protein. Tujuan dari diet ini adalah meningkatkan konsumsi karbohidrat kompleks (khususnya yang berserat). Penggunaan serat makanan pada diabetes sangat penting untuk mengurangi menifestasi LDL (low-density lipoprotein) koleserol dalam darah (Brunner & Suddart, 2002: 1229).

Latihan
Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena efeknya dapat menurunkan kadar glukosa dalam darah dan mengurangi faktor resiko kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot danmemperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan otot juga diperbaiki melalui berolahraga.

Pemantauan Glukosa dan Keton
Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri, penderita diabetes kini dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar gula darah secara optimal. Cara ini memungkinkan deteksi dan pencegahan hipoglikemia serta hiperglikemia (Brunner & Suddart, 2002: 1233).

Perawatan Gangren
Ganggren diabetik adalah nekrosis jaringan pada bagian tubuh perifer akibat penyakit diabetes mellitus. Biasanya gangren tersebut terjadi pada daerah tungkai (Karto, John, 2009).
Dari penatalaksanaan perawatan luka diabetik ada beberapa tujuan yang ingin dicapai, antara lain :
Mengurangi atau menghilangkan faktor penyebab
Optimalisasi suanana lingkungan luka dalam kondisi lembab
Dukungan kondisi klien atau host (nutrisi, kontrol DM, kontrol faktor penyerta)
Meningkatkan edukasi klien dan keluarga perawatan luka diabetik, mencuci luka.

Mencuci luka merupakan hal pokok untuk meningkatkan, memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka serta menghindari kemungkinan terjaadinya infeksi. Proses pencucian luka bertujuan untuk membuang jaringan nekrosis, cairan luka yang berlebihan, sisa balutan yang digunakan dan sisa metabolik tubuh pada permukaan luka.
Cairan yang terbaik dan teraman untuk mencuci luka adalah yang non toksik pada proses penyembuhan luka (misalnya NaCl 0,9%). Penggunaan hidrogenperoxida, hypoclorite solution dan beberapa cairan debridement lainnya, sebaliknya hanya digunakan pada jaringan nekrosis / slough dan tidak digunakan pada jaringan granulasi. Cairan antiseptik seperti provine iodine sebaiknya hanya digunakan saat luka terinfeksi atau tubuh pada keadaan penurunan imunitas, yang kemudian dilakukan pembilasan kembali dengan saline. (Karto, John cit Gitarja, 2009).

H. Komplikasi Diabetes Melitus
DM Tipe I
DKA (Diabetik Ketoasidosis) : gangguan metabolik yang berat, ditandai dengan adanya hiperglikemia, hiperosmolaritas dan asidosis metabolik terjadi akibat lipolisis yang hasil metabolisme akhirnya adalah badan keton.

DM Tipe II :
HHNK (Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik)
Terjadi jika asupan cairan kurang dan dehidrasi, memungkinkan resiko terjadinya koma. Dehidrasi terjadi akibat hiperglikemia, sehingga cairan intrasel berpindah dan ke ekstrasel. Juga karena diuresis osmotik (konsentrasi glukosa darah melebihi ambang ginjal) dapat terjadi kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah yang besar.

a. Perubahan makrovaskuler
Penderita diabetes dapat mengakibatkan perubahan aterosklerosis pada arteri-arteri besar. Penderita NIDDM mengalami perubahan makrovaskuler lebih sering daripada penderita IDDM. Insulin memainkan peranan utama dalam metabolisme lemak dan lipid. Selain itu, diabetes dianggap memberikan peranan sebagai faktor dalam timbulnya hipertensi yang dapat mempercepat aterosklerosis. Pengecilan lumen pembuluh darah besar membahayakan pengiriman oksigen ke jaringan-jaringan dan dapat menyebabkan ischemia jaringan, dengan akibatnya timbul berupa penyakit cerebro vascular, penyakit arteri koroner, stenosis arteri renalis dan penyakit-penyakit vascular perifer.

b .Perubahan mikrovaskuler
Ditandai dengan penebalan dan kerusakan membran basal pembuluh kapiler, sering terjadi pada penderita IDDM dan bertanggung jawab dalam terjadinya neuropati, retinopati diabetik.
1)Nefropati
Salah satu akibat dari perubahan mikrovaskuler adalah perubahan struktur dan fungsi ginjal. Empat jenis lesi yang sering timbul adalah pyelonefritis, lesi-lesi glomerulus, arterisclerosis, lesi-lesi tubular yang ditandai dengan adanya proteinuria yang meningkat secara bertahap sesuai dengan beratnya penyakit.

2)Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf-saraf perifer, sistem syaraf otonom, medula spinalis atau sistim saraf pusat.
Neuropati sensorik/neuropati perifer.
Lebih sering mengenai ekstremitas bawah dengan gejala parastesia (rasa tertusuk-tusuk, kesemutan atau baal) dan rasa terbakar terutama pada malam hari, penurunan fungsi proprioseptif (kesadaran terhadap postur serta gerakan tubuh dan terhadap posisi serta berat benda yang berhubungan dengan tubuh) dan penurunan sensibilitas terhadap sentuhan ringan dapat menimbulkan gaya berjalan yang terhuyung-huyung, penurunan sensibilitas nyeri dan suhu membuat penderita neuropati beresiko untuk mengalami cedera dan infeksi pada kaki tanpa diketahui.

3)Retinopati diabetik
Disebabkan karena perubahan dalam pembuluh darah kecil pada retina selain retinopati, penderita diabetes juga dapat mengalami pembentukan katarak yang diakibatkan hiperglikemi yang berkepanjangan sehingga menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan lensa.

I.Pencegahan Diabetes Melitus
Penyakit diabetes dapat di hindari atau dikurangi dengan cara mengetahui kadar glukosa darah dalam tubuh kita- lakukan pemeriksaan secara rutin- karena peningkatan dan penusrunan kada rgula dalam darah selalu berubah. Jika kita mampu menjaga kadar gula dalam batasan normal artinya kita dapat mencegah terjadinya komplikasi diabetes. Cara lain yang dapat Anda gunakan untuk mengurangi komplikasi diabetes adalah: berhenti merokok , mengoptimalkan kadar kolestrol, menjaga berat tubuh yang stabil, mengontrol tekanan darah tinggi (tensi), dan melakukan olah raga secara teratur.


Daftar Pustaka


Anik & Benard, 2008, Pemeriksaan Laboratorium Penderita Diabetes Mellitus, http://www.tempo.co.id/medika/online/tmp.online.old/pus-1.htm

Harnawatiaj, 2008, ASKEP DIABETES MELLITUS
,http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/16/askep-diabetes-mellitus/

Karto, John, 2009, Gangren Diabetik ( gejala, resiko, perawatan, pengobatan ), http://jhonkarto.blogspot.com/2009/02/gangren-diabetik-gejala-resiko.html

Lewis, Sharon Mantik (2000). Medical Surgical Nursing: Assessment and Management and Clinical Problems. Fifth Edition, Philadelphia, Mosby Company.

Robbins, 2007, Buku Ajar Patologi edisi 7, EGC; Jakarta

Smeltzer, Suzane C, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner&Suddarth edisis 8 vol 2, EGC; Jakarta

No comments: