Photobucket

Friday, November 13, 2009

Diabetes Melitus

A. Definisi
Diabetes mellitus adalah gengguan kronis metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Insufisiensi relatif satau absolut dlam respons sekretorik insulin, yang diterjemahkan menjadi gangguan pemakaian karbohidrat (glukosa), merupakan gambaran khas pada diabetes mellitus, demikian juga hiperglikemia yang terjadi (Robbins, 2007: 718).

Diabetes melitus merupakan suatu kelompok kelainan heterogen yang ditandai dengan kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Brunner & Suddarth, 2002: 1220).

Diabetes Mellitus adalah sekumpulan penyakit genetik dan gangguan heterogen yang secara khusus ditandai dengan ketidaknormalan dalam keseimbangan kadar glukosa yaitu hiperglikemia (Lewis, 2000, Medical Surgical Nursing, 2000: 1367).

Dari beberapa teori di atas, maka dapat disimpulkan bahwa, diabetes malitus (DM) adalah suatu penyakit kronis yang sifatnya heterogen yang ditandai dengan hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein.

B. Etiologi
Ada beberapa tipe dari Diabetes mellitus. Kedua tipe ini dibedakan berdasarkan penyebabnya, yaitu: (1) Tipe I, diabetes tergantung insulin (Insulin Dependent Diabetes Melitus atau IDDM), (2) Tipe II, diabetes tidak tergantung insulin (Non-Insulin Dependent Diabetes Melitus atau NIDDM), (3) Diabets mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindron lainnya, (4) Diabetes malitus Gestasional (GDM).

Diabetes tipe I diatandai dengan penghancuran sel-sel beta pancreas.kombinasi faktor genetic, imunologi, dan mungkin pula lingkungan (missal infeksi virus) diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta. Berdasarkan faktor genetic, ditemukan pasien dengan kulit putih (Caucasian) dengan diabetes tipe I memperlihatkan tipe HLA (Human Immunologi Antigen yang spesifik (DR3 dan DR4) berjumlah 95%. Pada diabetes tipe I terdapat bukti bahwa adanya suatu proses otoimun, yang mana suatu proses abnormal dari antibody yang menyerang sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen (internal). Faktor eksternal seperti virus juga dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi fungsi sel beta.

Diabetes tipe II erat hubungannya dengan faktor genetic dan gaya hidup. Diabetes tipe II cenderung terjadi pada usia di atas 60 tahun. Resistensi insulin menyebabnkan glokosa tidak dapat masuk ke dalam sel. Pada kegemukan dan obesitas, kesensitivan insulin jaringan sasaran menurun, dan kadar serum insulin mungkin meningkat untuk mengkompensasi resistensi insulin tersebut.

C. Patofisiologi
Pada diabetes tipe I terdapat defisiensi insulin karena ketidak mampuan menghasilkan insulin akibat proses otoimun. Sehingga glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia. Jika konsentrasi glukosa darah terlalu tinggi, maka ginjal tidak mampu menyerap kembali glukosa, akibatnya akan muncul glukosa dalam urine (glukosuria).

Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotic. Sebagai akibatnya akan terjadi peningkatan frekuensi berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien akan mengalami peningkatan selara makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Keadaan ini juga dapat memicu proses glikogenolisis dan glukoneogenesis. Akibatnya, benda keton yang merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam-basa tubuh, akan bertambah jumlahnya, yang dapat disebut dengan ketoasidosis diabetik.

Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normanya insulin akan terikar dengan reseptor khusus pada permukaan sel, sehingga dapat terjadi serangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi insulin disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh insulin (Brunner & Suddart 2002: 1223).

D. Gejala dan Tanda
DM Tipe I :
a. Poliuria, polidipsia terjadi akibat konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan yang disebut diuresis osmotik.
b. Polifagia : akibat menurunnya simpanan kalori dan defisiensi insulin mengganggu metabolisme
protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan.
c. Kelelahan dan kelemahan.
d. Nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton, perubahan kesadaran,
koma bahkan kematian yaitu akibat dari ketoasidosis, yang merupakan asam yang
mengganggu keseimbangan asam basa tubuh bila jumlahnya berlebihan.

DM Tipe II :
Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lama dan progresif maka DM Tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi dengan gejala ringan seperti :
a. Kelelahan
b. Iritabilitas
c. Poliuria
d. Polidipsia
e. Luka pada kulit yang lama sembuh
f. Infeksi vagina
g. Pandangan kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi sekali).

E. Pemeriksaan Penunjang
Untuk glukosa darah puasa, pasien harus berpuasa 6-12 jam sebelum diambil darahnya. Setelah diambil darahnya, penderita diminta makan makanan seperti yang biasa dia makan/minum glukosa per oral (75 gr) untuk TTGO, dan harus dihabiskan dalam waktu 15-20 menit. Dua jam kemudian diambil darahnya untuk pemeriksaan glukosa 2 jam PP (Anik & Benard, 2008).

Untuk pemeriksan kadar gula darah dapat menggunakan:
Gula darah puasa, positif DM bila di atas 140 mg/dl.
Gula darah sewaktu, positif DM bila di atas 200 mg/dl. Merupakan gula darah yang diambil sewaktu-waktu.
Gula darah 2 jam PP, positif DM bila lebih dari 200 mg/dl
Tes toleransi glukosa, positif DM bila lebih dari 200 mg/dl. Tes toleransi glukosa oral merupakan pemeriksaan yang lebih sensitive daripada tes toleransi glukosa intravena yang hanya digunakan dalam situasi tertentu (misalnya, untuk pasien yang pernah menjalani operasi lambung) (Brunner & Suddart, 2002: 1225).
HbAIC (Glucosated Haemoglobin AIC) meningkat yaitu terikatnya glukosa dengan Hb. (Normal : 3,8-8,4 mg/dl). HbA1C adalah komponen Hb yang terbentuk dari reaksi non-enzimatik antara glukosa dengan N terminal valin rantai b Hb A dengan ikatan Almidin. HbA1C akan meningkat secara signifikan bila glukosa darah meningkat. Karena itu, HbA1C bisa digunakan untuk melihat kualitas kontrol glukosa darah pada penderita DM (glukosa darah tak terkontrol, terjadi peningkatan HbA1C -nya) sejak 3 bulan lalu (umur eritrosit). HbA1C meningkat: pemberian Tx lebih intensif untuk menghindari komplikasi. Nilai yang dianjurkan PERKENI untuk HbA1C (terkontrol): 4%-5,9%. Jadi, HbA1C penting untuk melihat apakah penatalaksanaan sudah adekuat atau belum. Sebaiknya, penentuan HbA1C ini dilakukan secara rutin tiap 3 bulan sekali (Anik & Benard, 2008).
Pemeriksaan mikroalbuminuria, Pemeriksaan untuk memantau komplikasi nefropati: mikroalbuminuria serta heparan sulfat urine (pemeriksaan ini jarang dilakukan). Pemeriksaan lainnya yang rutin adalah pemeriksaan serum ureum dan kreatinin untuk melihat fungsi ginjal. Menurut Schrier et al (1996), ada 3 kategori albuminuria, yaitu albuminuria normal (<20 mg/menit), mikroalbuminuria (20--200 mg/menit), Overt Albuminuria (>200 mg/menit). Pemeriksaan albuminuria sebaiknya dilakukan minimal 1x per tahun pada semua penderita DM usia > 12 tahun.

F. Prinsip Diagnosa DM
Adanya kadar glukosa darah meningkat secara abnormal merupakan kriteria yang melandasi penegakan diagnosis diabetes. Kadar gula darah plasma pada waktu puasa (gula darah nutcher) yang besarnya diatas 140 mg/dL (SI: 7,8 mmol/L) atau kadar glukosa darah sewaktu (gula darah random) yang di atas 200 mg/dL (SI: 11,1 mmol/l) pada satu kali pemeriksaan atau lebih merupakan kriteria diagnostik penyakit diabetes. Jika kadar gula darah puasanya normal atau mendekati normal, penegakan diagnosis harus berdasarkan tes toleransi glukosa (Brunner & Suddart, 2002: 1225).

G. Prinsip Terapi
Tujuan utama penatalaksanaan klien dengan diabetes mellitus adalah untuk mengatur glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi acut dan kronik. Jika klien berhasil mengatasi diabetes yang dideritanya, ia akan terhindar dari hyperglikemia atau hypoglikemia. Penatalaksanaan diabetes tergantung pada ketepatan interaksi dari tiga faktor aktifitas fisik, diet dan intervensi farmakologi dengan preparat hyperglikemik oral dan insulin (Harnawatiaj, 2008).

1. Terapi Medis
Kalau pasien memerlukan obat-obatan biasanya agen hipoglikemi fisiologis yang disebut insulin, diberikan dalam bentuk injeksi, bisa juga diberikan obat anti diabet oral berupa tablet. Atau obat terdiri dari; parenteral; insulin dan oral yaitu tablet diabetikum (obat golongan Sulfonilurea, Biguanid tidak dapat dipakai pada pasien IDDM.
Pemberian dosis insulin bervariasi sesuai dengan tinggi rendahnya gula darah, kebutuhan insulin biasanya meningkat pada pasien yang mengalami penyakit serius, mendapat penyakit infeksi dan menderita trauma berat. Dosis insulin diberikan sesuai dengan respon pasien atau dikontrol pemeriksaan GD dan urine, dan perhatikanlah komplikasi- komplikasi yang dapat timbul akibat dari pemberian insulin.

2. Terapi Keperawatan
Terapi keperawatan pada psien DM cenderung pada pemberian penkes mengenai diit untuk penderita DM, latihan atau gerak olahraga, pemantauan kadar gula darah, dan kolaborasi terapi (bila diperlukan), serta perawatan gangren (bila terjadi).

Penatalaksanaan diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan diabetes.bagi pasien yang memerlukan insulin untuk membantu mengendalikan kadar glukosa darah, upaya mempertahankan konsistensi jumlah kalori dan karbohidrat yang dikonsumsi pada jam-jam makan yang berbeda merupakanhal penting. Sedangkan pada pasien obesitas (khususnya pasien diabetes tipe II), penurunan berat badan merupakan kunci dalam penanganan diabetes. Obesitas akan disertai peningkatan resistensi terhadap insulin dan merupakan salah satu faktor etiologi utama yang menyertai diabetes mellitus.
Distribusi kalori, merupakan rencana Kaman bagi penyandang diabetes juga memfokuskan presentase kalori yang berasal dari karbohidrat, lemak, dan protein. Distribusi karbohidrat saat ini lebih dianjurkan daripada protein dan lemak. Perhimpunan Diabetes Amerika dan Persatuan Diabetik Amerika merekomendasikan behwa untuk semua tingkat asuoan kalori, maka 50% hingga 60% kalori berasal dari karbohidrat, 20% hingga 30% dari lemak, 12% hingga 20% lainnya berasal dari protein. Tujuan dari diet ini adalah meningkatkan konsumsi karbohidrat kompleks (khususnya yang berserat). Penggunaan serat makanan pada diabetes sangat penting untuk mengurangi menifestasi LDL (low-density lipoprotein) koleserol dalam darah (Brunner & Suddart, 2002: 1229).

Latihan
Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena efeknya dapat menurunkan kadar glukosa dalam darah dan mengurangi faktor resiko kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot danmemperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan otot juga diperbaiki melalui berolahraga.

Pemantauan Glukosa dan Keton
Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri, penderita diabetes kini dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar gula darah secara optimal. Cara ini memungkinkan deteksi dan pencegahan hipoglikemia serta hiperglikemia (Brunner & Suddart, 2002: 1233).

Perawatan Gangren
Ganggren diabetik adalah nekrosis jaringan pada bagian tubuh perifer akibat penyakit diabetes mellitus. Biasanya gangren tersebut terjadi pada daerah tungkai (Karto, John, 2009).
Dari penatalaksanaan perawatan luka diabetik ada beberapa tujuan yang ingin dicapai, antara lain :
Mengurangi atau menghilangkan faktor penyebab
Optimalisasi suanana lingkungan luka dalam kondisi lembab
Dukungan kondisi klien atau host (nutrisi, kontrol DM, kontrol faktor penyerta)
Meningkatkan edukasi klien dan keluarga perawatan luka diabetik, mencuci luka.

Mencuci luka merupakan hal pokok untuk meningkatkan, memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka serta menghindari kemungkinan terjaadinya infeksi. Proses pencucian luka bertujuan untuk membuang jaringan nekrosis, cairan luka yang berlebihan, sisa balutan yang digunakan dan sisa metabolik tubuh pada permukaan luka.
Cairan yang terbaik dan teraman untuk mencuci luka adalah yang non toksik pada proses penyembuhan luka (misalnya NaCl 0,9%). Penggunaan hidrogenperoxida, hypoclorite solution dan beberapa cairan debridement lainnya, sebaliknya hanya digunakan pada jaringan nekrosis / slough dan tidak digunakan pada jaringan granulasi. Cairan antiseptik seperti provine iodine sebaiknya hanya digunakan saat luka terinfeksi atau tubuh pada keadaan penurunan imunitas, yang kemudian dilakukan pembilasan kembali dengan saline. (Karto, John cit Gitarja, 2009).

H. Komplikasi Diabetes Melitus
DM Tipe I
DKA (Diabetik Ketoasidosis) : gangguan metabolik yang berat, ditandai dengan adanya hiperglikemia, hiperosmolaritas dan asidosis metabolik terjadi akibat lipolisis yang hasil metabolisme akhirnya adalah badan keton.

DM Tipe II :
HHNK (Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik)
Terjadi jika asupan cairan kurang dan dehidrasi, memungkinkan resiko terjadinya koma. Dehidrasi terjadi akibat hiperglikemia, sehingga cairan intrasel berpindah dan ke ekstrasel. Juga karena diuresis osmotik (konsentrasi glukosa darah melebihi ambang ginjal) dapat terjadi kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah yang besar.

a. Perubahan makrovaskuler
Penderita diabetes dapat mengakibatkan perubahan aterosklerosis pada arteri-arteri besar. Penderita NIDDM mengalami perubahan makrovaskuler lebih sering daripada penderita IDDM. Insulin memainkan peranan utama dalam metabolisme lemak dan lipid. Selain itu, diabetes dianggap memberikan peranan sebagai faktor dalam timbulnya hipertensi yang dapat mempercepat aterosklerosis. Pengecilan lumen pembuluh darah besar membahayakan pengiriman oksigen ke jaringan-jaringan dan dapat menyebabkan ischemia jaringan, dengan akibatnya timbul berupa penyakit cerebro vascular, penyakit arteri koroner, stenosis arteri renalis dan penyakit-penyakit vascular perifer.

b .Perubahan mikrovaskuler
Ditandai dengan penebalan dan kerusakan membran basal pembuluh kapiler, sering terjadi pada penderita IDDM dan bertanggung jawab dalam terjadinya neuropati, retinopati diabetik.
1)Nefropati
Salah satu akibat dari perubahan mikrovaskuler adalah perubahan struktur dan fungsi ginjal. Empat jenis lesi yang sering timbul adalah pyelonefritis, lesi-lesi glomerulus, arterisclerosis, lesi-lesi tubular yang ditandai dengan adanya proteinuria yang meningkat secara bertahap sesuai dengan beratnya penyakit.

2)Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf-saraf perifer, sistem syaraf otonom, medula spinalis atau sistim saraf pusat.
Neuropati sensorik/neuropati perifer.
Lebih sering mengenai ekstremitas bawah dengan gejala parastesia (rasa tertusuk-tusuk, kesemutan atau baal) dan rasa terbakar terutama pada malam hari, penurunan fungsi proprioseptif (kesadaran terhadap postur serta gerakan tubuh dan terhadap posisi serta berat benda yang berhubungan dengan tubuh) dan penurunan sensibilitas terhadap sentuhan ringan dapat menimbulkan gaya berjalan yang terhuyung-huyung, penurunan sensibilitas nyeri dan suhu membuat penderita neuropati beresiko untuk mengalami cedera dan infeksi pada kaki tanpa diketahui.

3)Retinopati diabetik
Disebabkan karena perubahan dalam pembuluh darah kecil pada retina selain retinopati, penderita diabetes juga dapat mengalami pembentukan katarak yang diakibatkan hiperglikemi yang berkepanjangan sehingga menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan lensa.

I.Pencegahan Diabetes Melitus
Penyakit diabetes dapat di hindari atau dikurangi dengan cara mengetahui kadar glukosa darah dalam tubuh kita- lakukan pemeriksaan secara rutin- karena peningkatan dan penusrunan kada rgula dalam darah selalu berubah. Jika kita mampu menjaga kadar gula dalam batasan normal artinya kita dapat mencegah terjadinya komplikasi diabetes. Cara lain yang dapat Anda gunakan untuk mengurangi komplikasi diabetes adalah: berhenti merokok , mengoptimalkan kadar kolestrol, menjaga berat tubuh yang stabil, mengontrol tekanan darah tinggi (tensi), dan melakukan olah raga secara teratur.


Daftar Pustaka


Anik & Benard, 2008, Pemeriksaan Laboratorium Penderita Diabetes Mellitus, http://www.tempo.co.id/medika/online/tmp.online.old/pus-1.htm

Harnawatiaj, 2008, ASKEP DIABETES MELLITUS
,http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/16/askep-diabetes-mellitus/

Karto, John, 2009, Gangren Diabetik ( gejala, resiko, perawatan, pengobatan ), http://jhonkarto.blogspot.com/2009/02/gangren-diabetik-gejala-resiko.html

Lewis, Sharon Mantik (2000). Medical Surgical Nursing: Assessment and Management and Clinical Problems. Fifth Edition, Philadelphia, Mosby Company.

Robbins, 2007, Buku Ajar Patologi edisi 7, EGC; Jakarta

Smeltzer, Suzane C, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner&Suddarth edisis 8 vol 2, EGC; Jakarta

Anatomi dan Fisiologi Sistem Kardiovaskuler

A.Anatomi dan Fisiologi Sistem Kardiovaskular
1.Gambaran Anatomi Sistem Kardiovaskular
Hanya dalam beberapa hari setelah konsepsi sampai kematian, jantung terus-menerus berdetak. Jantung berkembang sedemikian dini, dan sangat penting seumur hidup. Hal ini karena sistem sirkulasi adalah sistem transportasi tubuh. Fungsi ini akan berfungsi sebagai sistem vital untuk mengangkut bahan-bahan yang mutlak dibutuhkan oleh sel-sel tubuh. Sistem sirkulasi teridiri dari tiga komponen dasar:
a)Jantung, yang berfungsi sebagai pemompa yang melakukan tekanan terhadap darah agar dapat mengalir ke jaringan.
b)Pembuluh darah, berfungsi sebagai saluran yang digunakan agar darah dapat didistribusikan ke seluruh tubuh.
c)Darah, berfungsi sebagai media transportasi segala material yang akan didistribusikan ke seluruh tubuh.

A. Letak Jantung
Jantung adalah organ berotot dengan ukuran sekepalan. Jantung terletak di rongga toraks (dada) sekitar garis tengah antara sternum atau tulang dada di sebelah anterior dan vertebra (tulang punggung) di sebelah posterior (Sherwood, Lauralee, 2001: 258). Bagian depan dibatasi oleh sternum dan costae 3,4, dan 5. Hampir dua pertiga bagian jantung terletak di sebelah kiri garis median sternum. Jantung terletak di atas diafragma, miring ke depan kiri dan apex cordis berada paling depan dalam rongga thorax. Apex cordis dapat diraba pada ruang intercostal 4-5 dekat garis medio-clavicular kiri. Batas cranial jantung dibentuk oleh aorta ascendens, arteri pulmonalis, dan vena cava superior (Aurum, 2007).
Pada dewasa, rata-rata panjangnya kira-kira 12 cm, dan lebar 9 cm, dengan berat 300 sakpai 400 gram (Setiadi, 2007: 164).

Gb. Letak jantung

B.Ruang Jantung
Jantung dibagi menjadi separuh kanan dan kiri, dan memiliki empat bilik (ruang), bilik bagian atas dan bawah di kedua belahannya. Bilik-bilik atas, atria (atrium, tunggal) menerima darah yang kembali ke jantung dan memindahkannya ke bilik-bilik bawah, ventrikel, yang memompa darah dari jantung. Kedua belahan jantung dipisahkan oleh septum, suatu partisi otot kontinu yang mencegah pencampuran darah dari kedua sisi jantung. Pemisahan ini sangat penting, karena separuh kanan jantung menerima dan memompa darah beroksigen rendah sementara sisi kiri jantung menerima dan memompa darah beroksigen tinggi (Sherwood, Lauralee, 2001: 259-260).

a)Atrium Dextra
Dinding atrium dextra tipis, rata-rata 2 mm. Terletak agak ke depan dibandingkan ventrikel dextra dan atrium sinistra. Pada bagian antero-superior terdapat lekukan ruang atau kantung berbentuk daun telinga yang disebut Auricle. Permukaan endokardiumnya tidak sama. Posterior dan septal licin dan rata. Lateral dan auricle kasar dan tersusun dari serabut-serabut otot yang berjalan parallel yang disebut Otot Pectinatus. Atrium Dextra merupakan muara dari vena cava. Vena cava superior bermuara pada didnding supero-posterior. Vena cava inferior bermuara pada dinding infero-latero-posterior pada muara vena cava inferior ini terdapat lipatan katup rudimenter yang disebut Katup Eustachii. Pada dinding medial atrium dextra bagian postero-inferior terdapat Septum Inter-Atrialis
Pada pertengahan septum inter-atrialis terdapat lekukan dangkal berbentuk lonjong yang disebut Fossa Ovalis, yang mempunyai lipatan tetap di bagian anterior dan disebut Limbus Fossa Ovalis. Di antara muara vena cava inferior dan katup tricuspidalis terdapat Sinus Coronarius, yang menampung darah vena dari dinding jantung dan bermuara pada atrium dextra. Pada muara sinus coronaries terdapat lipatan jaringan ikat rudimenter yang disebut Katup Thebesii. Pada dinding atrium dextra terdapat nodus sumber listrik jantung, yaitu Nodus Sino-Atrial terletak di pinggir lateral pertemuan muara vena cava superior dengan auricle, tepat di bawah Sulcus Terminalis. Nodus Atri-Ventricular terletak pada antero-medial muara sinus coronaries, di bawah katup tricuspidalis. Fungsi atrium dextra adalah tempat penyimpanan dan penyalur darah dari vena-vena sirkulasi sistemik ke dalam ventrikel dextra dan kemudian ke paru-paru.

Karena pemisah vena cava dengan dinding atrium hanyalah lipatan katup atau pita otot rudimenter maka, apabila terjadi peningkatan tekanan atrium dextra akibat bendungan darah di bagian kanan jantung, akan dikembalikan ke dalam vena sirkulasi sistemik. Sekitar 80% alir balik vena ke dalam atrium dextra akan mengalir secara pasif ke dalam ventrikel dxtra melalui katup tricuspidalisalis. 20% sisanya akan mengisi ventrikel dengan kontraksi atrium. Pengisian secara aktif ini disebut Atrial Kick. Hilangnya atrial kick pada Disaritmia dapat mengurangi curah ventrikel.
b)Atrium Sinistra
Terletak postero-superior dari ruang jantung lain, sehingga pada foto sinar tembus dada tidak tampak. Tebal dinding atrium sinistra 3 mm, sedikit lebih tebal dari pada dinding atrium dextra. Endocardiumnya licin dan otot pectinatus hanya ada pada auricle. Atrium kiri menerima darah yang sduah dioksigenasi dari 4 vena pumonalis yang bermuara pada dinding postero-superior atau postero-lateral, masing-masing sepasang vena dextra et sinistra. Antara vena pulmonalis dan atrium sinistra tidak terdapat katup sejati. Oleh karena itu, perubahan tekanan dalam atrium sinistra membalik retrograde ke dalam pembuluh darah paru. Peningkatan tekanan atrium sinistra yang akut akan menyebabkan bendungan pada paru. Darah mengalir dari atrium sinistra ke ventrikel sinistra melalui katup mitralis.
c)Ventrikel Dextra
Terletak di ruang paling depan di dalam rongga thorax, tepat di bawah manubrium sterni. Sebagian besar ventrikel kanan berada di kanan depan ventrikel sinistra dan di medial atrium sinistra. Ventrikel dextra berbentuk bulan sabit atau setengah bulatan, tebal dindingnya 4-5 mm. Bentuk ventrikel kanan seperti ini guna menghasilkan kontraksi bertekanan rendah yang cukup untuk mengalirkan darah ke dalam arteria pulmonalis. Sirkulasi pulmonar merupakan sistem aliran darah bertekanan rendah, dengan resistensi yang jauh lebih kecil terhadap aliran darah dari ventrikel dextra, dibandingkan tekanan tinggi sirkulasi sistemik terhadap aliran darah dari ventrikel kiri. Karena itu beban kerja dari ventrikel kanan jauh lebih ringan daripada ventrikel kiri. Oleh karena itu, tebal dinding ventrikel dextra hanya sepertiga dari tebal dinding ventrikel sinistra. Selain itu, bentuk bulan sabit atau setengah bulatan ini juga merupakan akibat dari tekanan ventrikel sinistra yang lebih besar daripada tekanan di ventrikel dextra. Disamping itu, secara fungsional, septum lebih berperan pada ventrikel sinistra, sehingga sinkronisasi gerakan lebih mengikuti gerakan ventrikel sinistra.
Dinding anterior dan inferior ventrikel dextra disusun oleh serabut otot yang disebut Trabeculae Carnae, yang sering membentuk persilangan satu sama lain. Trabeculae carnae di bagian apical ventrikel dextra berukuran besar yang disebut Trabeculae Septomarginal (Moderator Band). Secara fungsional, ventrikel dextra dapat dibagi dalam alur masuk dan alur keluar. Ruang alur masuk ventrikel dextra (Right Ventricular Inflow Tract) dibatasi oleh katup tricupidalis, trabekel anterior, dan dinding inferior ventrikel dextra. Alur keluar ventrikel dextra (Right Ventricular Outflow Tract) berbentuk tabung atau corong, berdinding licin, terletak di bagian superior ventrikel dextra yang disebut Infundibulum atau Conus Arteriosus. Alur masuk dan keluar ventrikel dextra dipisahkan oleh Krista Supraventrikularis yang terletak tepat di atas daun anterior katup tricuspidalis.
Untuk menghadapi tekanan pulmonary yang meningkat secara perlahan-lahan, seperti pada kasus hipertensi pulmonar progresif, maka sel otot ventrikel dextra mengalami hipertrofi untuk memperbesar daya pompa agar dapat mengatasi peningkatan resistensi pulmonary, dan dapat mengosongkan ventrikel. Tetapi pada kasus dimana resistensi pulmonar meningkat secara akut (seperti pada emboli pulmonary massif) maka kemampuan ventrikel dextra untuk memompa darah tidak cukup kuat, sehingga seringkali diakhiri dengan kematian.

d)Ventrikel Sinistra
Berbentuk lonjong seperti telur, dimana pada bagian ujungnya mengarah ke antero-inferior kiri menjadi Apex Cordis. Bagian dasar ventrikel tersebut adalah Annulus Mitralis. Tebal dinding ventrikel sinistra 2-3x lipat tebal dinding ventrikel dextra, sehingga menempati 75% masa otot jantung seluruhnya. Tebal ventrikel sinistra saat diastole adalah 8-12 mm. Ventrikel sinistra harus menghasilkan tekanan yang cukup tinggi untuk mengatasi tahanan sirkulasi sitemik, dan mempertahankan aliran darah ke jaringan-jaringan perifer. Sehingga keberadaan otot-otot yang tebal dan bentuknya yang menyerupai lingkaran, mempermudah pembentukan tekanan tinggi selama ventrikel berkontraksi. Batas dinding medialnya berupa septum interventrikulare yang memisahkan ventrikel sinistra dengan ventrikel dextra. Rentangan septum ini berbentuk segitiga, dimana dasar segitiga tersebut adalah pada daerah katup aorta.
Septum interventrikulare terdiri dari 2 bagian yaitu: bagian Muskulare (menempati hampir seluruh bagian septum) dan bagian Membraneus. Pada dua pertiga dinding septum terdapat serabut otot Trabeculae Carnae dan sepertiga bagian endocardiumnya licin. Septum interventrikularis ini membantu memperkuat tekanan yang ditimbulkan oleh seluruh ventrikel pada saat kontraksi. Pada saat kontraksi, tekanan di ventrikel sinistra meningkat sekitar 5x lebih tinggi daripada tekanan di ventrikel dextra; bila ada hubungan abnormal antara kedua ventrikel (seperti pada kasus robeknya septum pasca infark miokardium), maka darah akan mengalir dari kiri ke kanan melalui robekan tersebut. Akibatnya jumlah aliran darah dari ventrikel kiri melalui katup aorta ke dalam aorta akan berkurang.

Gb. Ruang jantung

C. Katub-katub Jantung
Katup jantung berfungsi mempertahankan aliran darah searah melalui bilik-bilik jantung (Aurum, 2007). Setiap katub berespon terhadap perubahan tekanan (Setiadi 2007: 169). Katub-katub terletak sedemikian rupa, sehingga mereka membuka dan menutup secara pasif karena perbedaan tekanan, serupa dengan pintu satu arah Sherwood, Lauralee, 2001: 261). Katub jantung dibagi dalam dua jenis, yaitu katub atrioventrikuler, dan katub semilunar.
a)Katub Atrioventrikuler
Letaknya antara atrium dan ventrikel, maka disebut katub atrioventrikular. Katub yang terletak di antara atrium kanan dan ventrikel kanan mempunyai tiga buah katub disebut katub trukuspid (Setiadi, 2007: 169). Terdiri dari tiga otot yang tidak sama, yaitu: 1) Anterior, yang merupakan paling tebal, dan melekat dari daerah Infundibuler ke arah kaudal menuju infero-lateral dinding ventrikel dextra. 2) Septal, Melekat pada kedua bagian septum muskuler maupun membraneus. Sering menutupi VSD kecil tipe alur keluar. 3) Posterior, yang merupalan paling kecil, Melekat pada cincin tricuspidalis pada sisi postero-inferior (Aurum, 2007).
Sedangkan katub yang letaknya di antara atrium kiri dan ventrikel kiri mempunyai dua daun katub disebut katub mitral (Setiadi, 2007: 169). Terdiri dari dua bagian, yaitu daun katup mitral anterior dan posterior. Daun katup anterior lebih lebar dan mudah bergerak, melekat seperti tirai dari basal bentrikel sinistra dan meluas secara diagonal sehingga membagi ruang aliran menjadi alur masuk dan alur keluar (Aurum, 2007).
b)Katub Semilunar
Disebut semilunar (“bulan separuh”) karena terdiri dari tiga daun katub, yang masing-masing mirip dengan kantung mirip bulan separuh (Sherwood, Lauralee, 2007: 262). Katub semilunar memisahkan ventrikel dengan arteri yang berhubungan. Katub pulmonal terletek pada arteri pulmonalis, memisahkan pembuluh ini dari ventrikel kanan. Katub aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta. Adanya katub semilunar ini memungkinkan darah mengalir dari masing-masing ventrikel ke arteri pulmonalis atau aorta selama systole ventrikel, dan mencegah aliran balik waktu diastole ventrikel (Setiadi, 2007: 170).
D.Lapisan Jantung
Dinding jantung terutama terdiri dari serat-serat otot jantung yang tersusun secara spiral dan saling berhubungan melalui diskus interkalatus (Sherwood, Lauralee, 2001: 262). Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan berbeda, yaitu:
a)Perikardium (Epikardium)
Epi berarti “di atas”, cardia berarti “jantung”, yang mana bagian ini adalah suatu membran tipis di bagian luar yang membungkis jantung. Terdiri dari dua lapisan, yaitu (Setiadi, 2007):

Perikarduim fibrosum (viseral), merupakan bagian kantong yang membatasi pergerakan jantung terikat di bawah sentrum tendinium diafragma, bersatu dengan pembuluh darah besar merekat pada sternum melalui ligamentum sternoperikardial.
Perikarduim serosum (parietal), dibagi menjadi dua bagian, yaitu Perikardium parietalis membatasi perikarduim fibrosum sering disebut epikardium, dan Perikarduim fiseral yang mengandung sedikit cairan yang berfungsi sebagai pelumas untuk mempermudah pergerakan jantung.
b)Miokardium
Myo berarti “otot”, merupakan lapisan tengah yang terdiri dari otot jantung, membentuk sebagian besar dinding jantung. Serat-serat otot ini tersusun secara spiral dan melingkari jantung (Sherwood, Lauralee, 2001: 262). Lapisan otot ini yang akan menerima darah dari arteri koroner (Setiadi, 2007: 172).
c)Endokardium
Endo berarti “di dalam”, adalah lapisan tipis endothelium, suatu jaringan epitel unik yang melapisi bagian dalam seluruh sistem sirkulasi (Sherwood, Lauralee, 2007: 262).

E.Persarafan Jantung
Jantung dipersarafi oleh sistem saraf otonom. Kecepatan denyut jantung terutama ditentukan oleh pengaruh otonom pada nodus SA. Jantung dipersarafi oleh kedua divisi sistem saraf otonom, yang dapat memodifikasi kecepatan (serta kekuatan) kontraksi, walaupun untuk memulai kontraksi tidak memerlukan stimulasi saraf. Saraf parasimpatis ke jantung, yaitu saraf vagus, terutama mempersarafi atrium, terutama nodus SA dan AV. Saraf-saraf simpatis jantung juga mempersarafi atrium, termasuk nodus SA dan AV, serta banyak mempersarafi ventrikel (Sherwood, Lauralee, 2001: 280).
F.Vaskularisasi Jantung
Pembuluh darah adalah prasarana jalan bagi aliran darah. Secara garis besar peredaran darah dibedakan menjadi dua, yaitu peredaran darah besar yaitu dari jantung ke seluruh tubuh, kembali ke jantung (surkulasi sistemik), dan peredaran darah kecil, yaitu dari jantung ke paru-paru, kembali ke jantung (sirkulasi pulmonal).
a)Arteri
Suplai darah ke miokardium berasal dari dua arteri koroner besar yang berasal dari aorta tepat di bawah katub aorta. Arteri koroner kiri memperdarahi sebagian besar ventrikel kiri, dan arteri koroner kanan memperdarahi sebagian besar ventrikel kanan (Setiadi, 2007: 179).
1.Arteri Koroner Kanan
Berjalan ke sisi kanan jantung, pada sulkus atrioventrikuler kanan. Pada dasarnya arteri koronarian kanan memberi makan pada atrium kanan, ventrikel kanan, dan dinding sebelah dalam dari ventrikel kiri. Bercabang menjadi Arteri Atrium Anterior Dextra (RAAB = Right Atrial Anterior Branch) dan Arteri Coronaria Descendens Posterior (PDCA = Posterior Descending Coronary Artery). RAAB memberikan aliran darah untuk Nodus Sino-Atrial. PDCA memberikan aliran darah untuk Nodus Atrio-Ventrikular (Aurum, 2007).
2.Arteri Koroner Kiri
Berjalan di belakang arteria pulmonalis sebagai arteri coronaria sinistra utama (LMCA = Left Main Coronary Artery) sepanjang 1-2 cm. Bercabang menjadi Arteri Circumflexa (LCx = Left Circumflex Artery) dan Arteri Descendens Anterior Sinistra (LAD = Left Anterior Descendens Artery). LCx berjalan pada Sulcus Atrio-Ventrcular mengelilingi permukaan posterior jantung. LAD berjalan pada Sulcus Interventricular sampai ke Apex. Kedua pembuluh darah ini bercabang-cabang dan memberikan lairan darah diantara kedua sulcus tersebut (Aurum, 2007).
B.Vena
Distrubusi vena koroner sesungguhnya parallel dengan distribusi arteri koroner. Sistem vena jantung mempunyai tiga bagian, yaitu (Setiadi, 2007: 181):
Vena tabesian, merupakan sistem terkecil yang menyalurkan sebagian darah dari miokardium atrium kanan dan ventrikel kanan.
Vena kardiaka anterior, mempunyai fungsi yang cukup berarti, mengosongkan sebagian besar isi vena ventrikel langsung ke atrium kanan.
Sinus koronarius dan cabangnya, merupakan sistem vena yang paling besar dan paling penting, berfungsi menyalurkan pengembalian darah vena miokard ke dalam atrium kanan melalui ostinum sinus koronaruis yang bermuara di samping vena kava inferior.
Gb. Pembuluh darah jantung
1. Fisiologi Sistem Kardiovaskular
Jantung berfungsi untuk memompa darah guna memenuhi kebutuhan metabolisme sel seluruh tubuh.
A.Struktur Otot Jantung
Otot jantung mirip dengan otot skelet yaitu mempunyai serat otot. Perbedaannya otot jantung tidak dipengaruhi oleh syaraf somatik, otot jantung bersifat involunter. Kontraksi otot jantung dipengaruhi oleh adanya pacemaker pada jantung.
B.Metabolisme Otot Jantung
Metabolisme otot jantung tergantung sepenuhnya pada metabolisme aerobik. Otot jantung sangat banyak mengandung mioglobin yang dapat mengikat oksigen. Karena metabolisme sepenuhnya adalah aerob, otot jantung tidak pernah mengalami kelelahan.
C.Sistem Konduksi Jantung
Jantung mempunyai system syaraf tersendiri yang menyebabkan terjadinya kontraksi otot jantung yang disebut system konduksi jantung. Syaraf pusat melalui system syaraf autonom hanya mempengaruhi irama kontraksi jantung. Syaraf simpatis memacu terjadinya kontraksi sedangkan syaraf parasimpatis menghamabt kontraksi. System kontraksi jantung terdiri atas :
Nodus Sinoatrialkularis (NSA) terletak pada atrium kanan dan dikenal sebagai pacemaker karena impuls untuk kontraksi dihasilkan oleh nodus ini.
Nodus Atrioventrikularis (NAV) terletak antara atrium dan ventrikel kanan berperan sebagai gerbang impuls ke ventrikel.
Bundle His adalah serabut syaraf yang meninggalkan NAV.
Serabut Bundle Kanan Dan Kiri adalah serabut syaraf yang menyebar ke ventrikel terdapat pada septum interventrikularis.
Serabut Purkinje adalah serabut syaraf yang terdapat pada otot jantung.

D.Kontraksi Dan Irama Jantung
Kontraksi jantung disebut disebut systole sedangkan relaksasi jantung atau pengisian darah pada jantung disebut diastole. Irama jantung dimulai dari pacemaker (NSA) dengan impuls 60-80 kali/menit. Semua bagian jantung dapat memancarkan impuls tersendiri tetapi dengan frekuensiyang lebih rendah. Bagian jantung yang memancarkan impuls diluar NSA disebut focus ektopik yang menimbulkan perubahan irama jantung yang disebut aritmia. Aritmia dapat disebabkan oleh hipoksia, ketidakseimbangan elektrolit, kafein, nikotin karena hal tersebut dapat menyebabkan fokus ektopik kontraksi diluar kontraksi dari nodus NSA. Jika terjadi hambatan aliran impuls dari NSA menuju NAV maka impuls syaraf akan timbul dari nodus NAV dengan frekuensi yang lebih rendah yaitu sekitar 40-50 kali/menit. Jika ada hambatan pada bundle his atau serabut bundle kanan dan kiri maka otot jantung akan kontraksi dengan iramanya sendiri yaitu 20-30 kali/menit. Denyut jantung 20-30 kali/menit tidak dapat mempertahankan metabolisme otot.
E.Suara Jantung
Suara jantung terjadi akibat proses kontraksi jantung.
Suara jantung 1 (S1) timbul akibat penutupan katup mitral dan trikuspidalis.
Suara jantung 2 (S2) timbul akibat penutupan katup semilunaris aorta dan semilunaris pulmonal.
Suara jantung 3 (S3) terjadi akibat pengisian ventrikel pada fase diastole.
Suara jantung 4 (S4) terjadi akibat kontraksi atrium.
Suara jantung 3 dan 4 terdengar pada jantung anak.
F.Fase Kontraksi Jantung
Pada fase pengisian ventikel dan kontraksi atrium katup mitral dan trikuspidalis terbuka darah akan mengalir dari atrium menuju ventrikel. Pada fase kontraksi ventrikel isometric ventrikel mulai kontraksi dan atrium relaksasi, katup mitral dan trikuspidalis tertutup dan katup semilunar aorta dan pulmonal belum terbuka. Pada fase ejeksi ventikuler, katup semilunar aorta dan semilunar aorta dan semilunar pulmonal terbuka sehingga darah mengalir dari ventrikel menuju aorta dan arteri pulmonalis. Pada fase relaksasi isovolumentrik terjadi relaksasi ventrikel dan katup semilunar aorta dan pulmonal menutup sedangkan katup mitral dan katup trikuspidalis belum terbuka.
G.Cardiac Output
Cardiac Output adalah volume darah yang dipompa oleh tiap ventrikel per menit. Hal ini disebabkan oleh kontraksi otot myocardium yang berirama dan sinkron, sehingga darahpun dipompa masuk ke dalam sirkulasi pulmonary dan sistemik.
Besar cardiac output ini berubah-ubah, tergantung kebutuhan jaringan perifer akan oksigen dan nutrisi. Karena curah jantung yang dibutuhkan juga tergantung dari besar serta ukuran tubuh, maka diperlukan suatu indikator fungsi jantung yang lebih akurat, yaitu yang dikenal dengan sebutan Cardiac Index. Cardiac index ini didapatkan dengan membagi cardiac output dengan luas permukaan tubuh, dan berkisar antara 2,8-3,6 liter/menit/m2 permukaan tubuh.
Stroke Volume adalah volume darah yang dikeluarkan oleh ventrikel/detik. Sekitar dua per tiga dari volume darah dalam ventrikel pada akhir diastole (volume akhir diastolic) dikeluarkan selama sistolik. Jumlah darah yang dikeluarkan tersebut dikenal dengan sebutan Fraksi Ejeksi; sedangkan volume darah yang tersisa di dalam ventrikel pada akhir sistolik disebut Volume Akhir Sistolik. Penekanan fungsi ventrikel, menghambat kemampuan ventrikel untuk mengosongkan diri, dan dengan demikian mengurangi stroke volume dan fraksi ejeksi, dengan akibat peningkatan volume sisa pada ventrikel.
Cardiac output (CO) tergantung dari hubungan yang terdapat antara dua buah variable, yaitu: frekuensi jantung dan stroke volume. CO = Frekuensi Jantung x Stroke Volume. Cardiac output dapat dipertahankan dalam keadaan cukup stabil meskipun ada pada salah satu variable, yaitu dengan melakukan penyesuaian pada variable yang lain.
Apabila denyut jantung semakin lambat, maka periode relaksasi dari ventrikel diantara denyut jantung menjadi lebih lama, dengan demikian meningkatkan waktu pengisian ventrikel. Dengan sendirinya, volume ventrikel lebih besar dan darah yang dapat dikeluarkan per denyut menjadi lebih banyak. Sebaliknya, kalau stroke volume menurun, maka curah jantung dapat distabilkan dengan meningkatkan kecepatan denyut jantung. Tentu saja penyesuaian kompensasi ini hanya dapat mempertahankan curah jantung dalam batas-batas tertentu. Perubahan dan stabilisasi curah jantung tergantung dari mekanisem yang mengatur kecepatan denyut jantung dan stroke volume.

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Tidur

A. Definisi
Tidur merupakan suatu keadaan yang berulang-ulang, perubahan status kesadaran yang terjadi selama periode tertentu (Potter&Perry, 2005).
Tidur merupakan perilaku dimanis, bukan hanya tiadanya bangun. Tidur adalah suatu aktivitas aktif khusus dari otak, dikelola oleh mekanisme yang rumit dan tepat (Hobson, 1989).
Tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh semua orang. Untuk dapat berfungsi secara optimal, maka setiap orang memerlukan istirahat dan tidur yang cukup. Tidak terkecuali juga pada orang yang sedang menderita sakit, mereka juga memerlukan istirahat dan tidur yang memadai (Erfandi, 2008).
Dari beberapa teori di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian dari tidur adalah suatu kebutuhan dasar yang bersifat dinamis yang meliputi proses perubahan status kesadaran yang terjadi berulang-ulang pada periode tertentu.

B. Fisiologi
Hipotalamus mempunyai pusat-pusat pengendalian untuk beberapa jenis kegiatan tak-sadar dari badan, yang salah satu diantaranya menyangkut tidur dan bangun. Formasi retikuler terdapat dalam pangkal otak. Formasi itu menjulang naik menembus medulla, pons, otak bagian tengah, dan lalu ke hipotalamus. Formasinya tersusun dari banyak sel syaraf dan serat syaraf . Serat-seratnya mempunyai hubungan-hubungan yang meneruskan impuls-impuls ke kulit otak dan ke tali sumsum tulang belakang. Formasi retikular itu memungkinkan terjadinya gerakan-gerakan refleks serta yang disengaja dengan mudah, maupun kegiatan-kegiatan kortikal yang bertalian dengan keadaan waspada.
Di waktu tidur, sistem retikular mendapat hanya sedikit rangsangan dari korteks serebral (kulit otak) serta permukaan luar tubuh. Keadaan bangun terjadi apabila sistem retikular dirangsang dengan rangsangan-rangsangan dari korteks serebral dan dari organ-organ serta sel-sel pengindraan di kulit. Umpamanya saja, jam wekker membangunkan kita dari tidur menjadi keadaan sadar apabila kita menyadari bahwa kita harus bersiap-siap untuk pergi bekerja. Perasaan-perasaan yang diakibatkan oleh kenyerian, kebisingan dan sebagainya, akan membuat orang tidak dapat tidur lewat organ-organ serta sel-sel di kulit badan. Maka keadaan tidak dapat tidur di timbulkan oleh kegiatan kulit otak serta apa yang dirasakan oleh badan; di waktu tidur, rangsangan-rangsangan menjadi minimal.
Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu:
1. Tipe Rapid Eye Movement (REM)
2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)

Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi secara bergantian antara 4-7 kali siklus semalam. Bayi baru lahir total tidur 16-20 jam/hari, anak-anak 10-12 jam/hari, kemudian menurun 9-10 jam/hari pada umur diatas 10 tahun dan kira-kira 7-7,5 jam/hari pada orang dewasa.

Tipe NREM dibagi dalam 4 stadium yaitu:
1. Tidur stadium Satu.
Fase ini merupakan antara fase terjaga dan fase awal tidur. Fase ini didapatkan kelopak mata tertutup, tonus otot berkurang dan tampak gerakan bola mata kekanan dan kekiri. Fase ini hanya berlangsung 3-5 menit dan mudah sekali dibangunkan. Gambaran EEG biasanya terdiri dari gelombang campuran alfa, betha dan kadang gelombang theta dengan amplitudo yang rendah. Tidak didapatkan adanya gelombang sleep spindle dan kompleks K
2. Tidur stadium dua
Pada fase ini didapatkan bola mata berhenti bergerak, tonus otot masih berkurang, tidur lebih dalam dari pada fase pertama. Gambaran EEG terdiri dari gelombang theta simetris. Terlihat adanya gelombang sleep spindle, gelombang verteks dan komplek K


3. Tidur stadium tiga
Fase ini tidur lebih dalam dari fase sebelumnya. Gambaran EEG terdapat lebih banyak gelombang delta simetris antara 25%-50% serta tampak gelombang sleep spindle.
4. Tidur stadium empat
Merupakan tidur yang dalam serta sukar dibangunkan. Gambaran EEG didominasi oleh gelombang delta sampai 50% tampak gelombang sleep spindle.

Fase tidur NREM, ini biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100 menit, setelah itu akan masuk ke fase REM. Pada waktu REM jam pertama prosesnya berlangsung lebih cepat dan menjadi lebih insten dan panjang saat menjelang pagi atau bangun.
Pola tidur REM ditandai adanya gerakan bola mata yang cepat, tonus otot yang sangat rendah, apabila dibangunkan hampir semua organ akan dapat menceritakan mimpinya, denyut nadi bertambah dan pada laki-laki terjadi eraksi penis, tonus otot menunjukkan relaksasi yang dalam.

C. Fungsi
Kegunaan tidur masih belum jelas (Hodgson, 1991). Tidur dipercaya mengkontribusi pemulihan fisiologis dan psikologis (Anch dkk, 1988). Menurut teori, tidur adalah waktu perbaikan dan persiapan untuk periode terjaga berikutnya. Selama tidur NREM, dungsi biologis menurun. Denyut jantung menurun hingga 60 denyut per menit atau dapat lebih rendah lagi. Dengan kata lain, denyut jantung menurun 10 sampai 20 kali. Secara jelas dapat disimpulkan bahwa tidur nyenyak bermanfaat dalam memelihara fungsi jantung.
Tidur juga diperlukan untuk memperbaiki proses biologis secara rutin. Selama tidur gelombang rendah yang dalam (NREM tahap 4), tubuh melepaskan hormone pertumbuhan manusia untuk memperbaiki dan memperbahrui sel epitel dan khusus seperti sel otak (Potter&Parry cit Horne, 1983; Mandleson, 1987; Born dkk, 1988).
Kegunaan tidur juga untuk menyimpan energi. Otot skeleton berelaksasi secara progresif, dan tidak adanya kontraksi otot menyimpan energi kimia untuk proses seluler (Potter&Perry cit Anch dkk, 1988). Kegunaan tidur pada perilaku seringkali tidak diketahui sampai seseorang mengalami suatu masalah akibat deprivasi tidur. Kurang tidur REM dapat mengarah pada perasaan bingung dan curiga.

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas maupun kuantitas tidur,di antaranya adalah penyakit, lingkungan,kelelahan,gaya hidup,stress emosional,stimulan dan alcohol,diet, merokok,dan motivasi.
• Penyakit
Penyakit dapat menyebabkan nyeri atau distress fisik yang dapat menyebabkan gangguan tidur. Individu yang sakit membutuhkan waktu tidur yang lebih banyak daripada biasanya.di samping itu, siklus bangun-tidur selama sakit juga dapat mengalami gangguan.
• Lingkungan.
Faktor lingkungan dapat membantu sekaligus menghambat proses tidur. Tidak adanya stimulus tertentu atau adanya stimulus yang asing dapat menghambat upaya tidur. Sebagai contoh, temperatur yang tidak nyaman atau ventilasi yang buruk dapat mempengaruhi tidur seseorang. Akan tetapi, seiring waktu individu bisa beradaptasi dan tidak lagi terpengaruh dengan kondisi tersebut.
• Kelelahan.
Kondisi tubuh yang lelah dapat mempengaruhi pola tidur seseorang. Semakin lelah seseorang semakin pendek siklus tidur REM yang dilaluinya. Setelah beristirahat biasanya siklus REM akan kembali memanjang.
• Gaya hidup.
Individu yang sering berganti jam kerja harus mengatur aktivitasnya agar bisa tidur pada waktu yang tepat.
• Stress emosional.
Ansietas dan depresi sering kali mengganggu tidur seseorang. kondisi ansietas dapat meningkatkan kadar norepinfrin darah melalui stimulasi system saraf simapatis. Kondisi ini menyebabkan berkurangnya siklus tidur NREM tahap IV dan tidur REM serta seringnya terjaga saat tidur.
• Stimulant dan alcohol.
Kafein yang terkandung dalam beberapa minuman dapat merangsang SSP sehingga dapat mengganggu pola tidur. Sedangkan konsumsi alcohol yang berlebihan dapat mengganggu siklus tidur REM. Ketika pengaruh alcohol telah hilang, individu sering kali mengalami mimpi buruk.
• Diet.
Penurunan berat badan dikaitkan dengan penurunan waktu tidur dan seringnya terjaga di malam hari. Sebaliknya, penambahan berat badan dikaitkan dengan peningkatan ttal tidur dan sedikitnya periode terjaga di malam hari.
• Merokok.
Nikotin yang terkandung dalam rokok memiliki efek stimulasi pada tubuh. Akibatnya, perokok sering kali kesulitan untuk tidur dan mudah terbangun di malam hari.
• Medikasi.
Obat-obatan tertentu dapat mempengaruhi kualitas tidur seseorang. hipnotik dapat mengganggu tahap III dan IV tidur NREM, metabloker dapat menyebabkan insomnia dan mimpi buruk, sedangkan narkotik (mis; meperidin hidroklorida dan morfin) diketahui dapat menekan tidur REM dan menyebabkan seringnya terjaga di malam hari.
• Motivasi.
Keinginan untuk tetap terjaga terkadang dapat menutupi perasaan lelah seseorang. sebaliknya, perasaan bosan atau tidak adanya motivasi untuk terjaga sering kali dapat mendatangkan kantuk.

E. Kebutuhan dan Pola Tidur Normal
Durasi dan kualitas tidur beragam di antara orang-orang dari semua kelompok usia. Seseorang mungkin merasa cukup beristirahat dengan 4 jam tidur, sementra yang lain membutuhkan 10 jam. Berikut adalah jumlah kebutuhan tidur normal berdsarkan kelompok umur:
Neonatus: sampai usia 3 bulan rata-rata tidur membutuhkan tidur sekitar 16 jam sehari
Bayi: pada umumnya bayi mengalmi pola tidur padamalam hari sejak usia 3 bulan. Tertidur beberapa kali pada siang hari, tapi biasanya tertidur rata-rata 8-10 jam pada malam hari.
Toodler: biasanya tidur seoanjang malam dan tidur siang setiap hari. Total tidur rata-rata 12 jam sehari.
Prasekolah: rata-rata tidur sekitar 12 jam semalam. Pada usia 5 tahun, anak prasekolah jarang tidur siang.
Usia sekolah: sifat tidur yang diperlukan induvudial karena status aktivitas dan tingkat kesehatan yang bervariasi. Pada usia 6 tahun, rata-rata akan tidur kurang lebih 11-12 jam sehari. Sementara anak usia 11 tahun rata-rata 9-10 jam.
Remaja: memperoleh waktu tidur sekitar 7.5 jam setiap malam.
Dewasa Muda: kebanyakan tidur malam hari sekitar 6-8.5jam, tetapi tiap orang dapat bervariasi.
Dewasa Tengah: total waktu tidur pada malam hari mulai berkurang. Jumlah tahap 4 mulai menurun. Insomnia lazin terjadi yang mungkin karena kecemasan dan stress.
Lansia: REM memendek, terdapat penurunan progresif pada NREM 3 dan 4, bahkan beberapa lansia nyaris tidak memiliki tahap 4.

F. Gangguan Tidur
Ganguan tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering ditemukan pada penderita yang berkunjung ke praktek. Gangguan tidur dapat dialami oleh semua lapisan masyarakat baik kaya, miskin, berpendidikan tinggi dan rendah maupun orang muda, serta yang paling sering ditemukan pada usia lanjut. Pada orang normal, gangguan tidur yang berkepanjangan akan mengakibatkan perubahan-perubahan pada siklus tidur biologiknya, menurun daya tahan tubuh serta menurunkan prestasi kerja, mudah tersinggung, depresi, kurang konsentrasi, kelelahan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi keselamatan diri sendiri atau orang lain (Fakultas Kedokteran Bagian Bedah Universitas Sumatera Utara, 2002). Gangguan tidur dapat diklasifikasikan sbb:


Insomnia
Insomnia adalah ketidakmampuan memenuhi kebutuhan tidur, baik secara kualitas maupun kuantitas. Gangguan tidur ini umumnya ditemui pada individu dewasa. Penyebabnya bisa karena gangguan fisik atau karena factor mental seperti perasaan gundah atau gelisah. Ada tiga jenis insomnia:
1. Insomnia inisial. Kesulitan untukmemulai tidur.
2. Insomnia intermiten. Kesulitan untuk tetap tertidur karena seringnya terjaga.
3. Insomnia terminal. Bangun terlalu dini dan sulit untuk tidur kembali.
Beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mengatasi insomnia antara lain dengan mengembangkan pola tidur-istirahat yang efektif melalui olahraga rutin, menghindari ransangan tidur di sore hari, melakukan relaksasi sebelum tidur (mis; membaca, mendengarkan music),dan tidur jika benar-benar mengantuk.

Parasomnia
Parasomnia adalah perilaku yang dapat mengganggu tidur atau muncul saat seseorang tidur. Gangguan ini umum terjadi pada anak-anak. Beberapa turunan parasomnia antara lain sering terjaga (mis; tidur berjalan, night terror), gangguan transisi bangun-tidur (mis; mengigau), parasomnia yang terkait dengan tidur REM (mis; mimpi buruk),dan lainnya (mis; bruksisme).

Hipersomnia
Hipersomnia adalah kebalikan dari insomnia, yaitu tidur yang berkelebihan terutama pada siang hari. Gangguan ini dapat disebabkan oleh kondisi tertentu, seperti kerusakan system saraf, gangguan pada hati atau ginjal, atau karena gangguan metabolisme (mis; hipertiroidisme). Pada kondisi tertentu, hipersomnia dapat digunakan sebagai mekanisme koping untuk menghindari tanggung jawab pada siang hari.

Narkolepsi
Narkolepsi adalah gelombang kantuk yang tak tertahankan yang muncul secara tiba-tiba pada siang hari. Gangguan ini disebut juga sebagai “serangan tidur” atau sleep attack. Penyebab pastinya belum diketahui. Diduga karena kerusakan genetic system saraf pusat yang menyebabkan tidak terkendali lainnya periode tidur REM. Alternatife pencegahannya adalah dengan obat-obatan, seperti; amfetamin atau metilpenidase, hidroklorida, atau dengan antidepresan seperti imipramin hidroklorida.

Apnea saat tidur
Abnea saat tidur atau sleep abnea adalah kondisi terhentinya nafas secara periodic pada saat tidur. Kondisi ini diduga terjadi pada orang yang mengorok dengan keras, sering terjaga di malam hari, insomnia, mengatup berlebihan pada siang hari, sakitkepala disiang hari, iritabilitas, atau mengalami perubahan psikologis seperti hipertensi atau aritmia jantung.

F. Asuhan keperawatan klien dengan masalah tidur
Pengkajian
Pengkajian tentang pola tidur klien meliputi riwayat tidur, catatan tidur, pemeriksaan fisik, dan tinjauan pemeriksaan diagnostik.

Riwayat tidur
Penkajian riwayat tidur secara umum dilakukan segera setelah klien memasuki faislitas perawatan. Ini memungkinkan perawat menggabungkan kebutuhan klien dan hal-hal yang ia sukai ke dalam rencana perawatan. Riwayat tidur ini meliputi:
• Pola tidur yang biasa.
• Ritual sebelum tidur.
• Penggunaan obatbtidur atau obat-obatan lainnya.
• Lingkungan tidur.
• Perubahan terkini pada pola tidur.
Selain itu, riwayat ini juga harus mencakup berbagai masalah yang ditemui pada pola tidur, penyebabnya, kapan pertama kali masalah tersebut muncul, frekuensinya, pengaruh terahdap keseharian klien,dan bagaimana klien berkoping dengan masalah tersebut.

Catatan tidur
Catatan tidur sangatlah bermanfaat khusus untuk klien yang memiliki masalah tidur sebab catatan ini berisi berbagai informasi penting terkait pola tidur klien. Catatan tidur dapat mencakup keseluruhan atau sebagian dari informasi berikut:
• Jumlah jam tidur total per hari.
• Aktivitas yang dilakukan 2-3 jam sebelum tidur (jenis, durasi, dan waktu).
• Ritual sebelum tidur (mis; minum air, obat tidur).
• Waktu (a) pergi tidur, (b) mencoba tidur, (c) tertidur, (d) terjaga di malam hari
dan durasinya, serta (e) bangun tidur di pagi hari.
• Adanya masalah yang klien yakini dapat memengaruhi tidurnya.
• Factor yang klien yakini member pengaruh positif atau negatif pada tidurnya.
Kemudian, perawat dapat mengembangkan data tersebut menjadi bagan atau grafik yang berguna untuk mengidentifikasi masalah tidur yang klien alami.

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi observasi penampilan, perilaku, dan tingkat energy klien. Penampilan yang menandakan klien mengalami masalah tidur antara lain adanya lingkaran hitam di sekitar mata, konjungtiva kemerahan, kelopak mata bengkak, dll. Sedangkan indikasi perilaku dapat meliputi iritabilitas, gelisah, tidak perhatian, bicara lambat, menguap, dll. Di samping itu, klien yang mengalami masalah tidur juga dapat terlihat lemah, letargi, atau lelah akibat kekurangan energi.

Pemeriksaan diagnostik
Tidur dapat diukur secaran objektif dengan menggunakan alat yang disebut polisomnografi. Alat ini dapat merekam elektroensefalogram (EEG), elektromiogram (EMG), dan elektro-okulogram (EOG) sekaligus. Dengan alat ini kita dapat mengkaji aktivitas klien selama tidur. Aktivitas yang klien lakukan tanpa sadar tersebut bias jadi merupakan penyebab seringnya klien terjaga di malam hari.

Diagnosa Keperawatan
Menurut NANDA (2003), diagnosis keperawatan yang dapat ditegakkan untuk klien dengan masalah tidur adalah gangguan pola tidur. Etiologi untuk label diagnosis ini dapat bervariasi dan spesifik untuk masing-masing individu.hal ini meliputi ketidaknyamanan fisik atau nyeri, ansietas, perubahan waktu tidur yang sering, serta perubahan lingkungan tidur atau ritual sebelum tidur. Selain sebagai label diagnosis, gangguan pola tidur juga bisa menjadi etiologi untuk diagnosis yang lain, seperti Risiko Cedera, kelelahan, Ketidakefektifan Koping, Asietas, Intoleransi Aktivitas,dll.

Perencanaan dan inplementasi
Tujuan utama asuhan keperawatan untuk klien dengan gangguan tidur adalah untuk mempertahankan (atau membentuk) pola tidur yang memberikan energi yang cukup untuk menjalani aktivitas sehari-hari. Sedangkan tujuan lainnya dapat terkait dengan upaya miningkatkan perasaan sejahtera klien atau meningkatkan kualitas tidurnya.
1. Gangguan pola tidur.
Yang berhubungan dengan:
• Sering terjaga di malam hari, sekunder akibat (gangguan transport oksigen, gangguan eliminasi, gangguan metabolisme).
• Tidur berlebihan di siang hari, sekunder akibat medikasi (mis; sedatif, hipnotik,
antidepresan, amfetamin, barbiturate, dll).
• Depresi.
• Nyeri.
• Aktivitas siang hari yang tidak adekuat.
• Perubahan lingkungan.
• Perubahan ritme sirkadian
• Takut.
2. Kriteri hasil
Individu akan melaporkan keseimbangan yang optimal antara istirahat dan
aktivitas.
3. Indikator
• Menjelaskan faktor yang mencegah atau menghambat tidur.
• Mengidentifikasi teknik untuk memudahkan tidur
4. Intervensi umum
• Identifikasi faktor yang menyebabkan gangguan tidur (nyeri, takut, stress, ansietas, imobilitas, sering berkemih, lingkungan yang asing, temperature, aktivitas yang tidak adekuat).
• Kurangi atau hilangkan distraksi lingkungandan gangguan tidur. Bising
• Tingkatkan aktivitas di siang hari, sesuai indikasi.
• Bantu upaya tidur
• Ajarkan rutinitas tidur di rumah
• Jelaskan pentingnya olah raga secara teratur (jalan kaki,lari, senam aerobic dan latihan) fisik selama sedikitnya satu setengah jam tiga kali seminggu (jika tidak dikoordinasikan) untuk menurunkan stress dan memudahkan tidur.
• Jelaskan bahwa obat-obat hipnotik tidak boleh digunakan untuk waktu yang lama karena berisiko menyebabkan toleransi dan mengganggu fungsi pada siang hari.
• Jelaskan pada klien dan orang terdekat klien mengenai penyebab gangguan tidur/istirahat berikut cara-cara yang mungkin dilakukan untuk menghindari atau meminimalkan penyebab tersebut.

Anatomi dan Fisiologi Sistem Urinaria

A. Definisi
Kata anatomi berasal dari bahasa Yunani ana dan tome, yang berarti memotong atau memisahkan, sehingga lebih komplek didefinisikan sebagai ilmu yang mengenai struktur tubuh (Setiadi, 2007: 1).
Fisiologi adalah ilmu mengenai fungsi dari tubuh yang hidup. Ilmu mengenai fisioogis yang didasarkan pada fungsi seluler dan molekuler dan untuk mempelajarinya diperlukan pengetahuan mengenai prinsip dasar kimia dan fisika (Setiadi, 2007: 2).
Fisiologi (ilmu faal) adalah ilmu tentang fungsi tubuh, atau bagaimana tubuh bekerja ( Sherwood, Lauralee, 2001: 2).
System urinaria adalah suatu system tempat terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oeh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berua urine (Air kemih) (Pearce, Evelyn C, 2006: 235).

B. Susunan Sistem Urinaria (Totonrofiunsri, 2009)
1.Dua ginjal (ren), yang menghasilkan urine.
2.Dua ureter yang membawa urine dari ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih).
3.Satu vesika urinaria (VU), tempat urin dikumpulkan.
4.Satu uretra, urin dikeluarkan dari vesika urinaria.

C. Anatomi Sistem Urinaria
Ginjal
Ginjal adalah organ berbentuk seperti kacang, berwarna merah tua, panjangnya sekitar 12.5 cm dan tebalnya sekitar 2,5 cm. Terdapat 2 buah ginjal dalam satu tubuh manusia. Ginjal terletak di area yang cukup tinggi, yaitu pada dinding abdomen posterior yang berdekatan dengan 2 pasang iga terakhir. Organ ini terletak secara retroperitoneal dan di antara otot-otot punggung dan dan peritoneum rongga abdomen atas. Setiap ginjal mempunyai kelenjar adrenal pada bagian atasnya. Ginjal kiri letaknya lebih tinggi daripada ginjal kanan dikarenakan adanya Hepar pada sisi kanan tubuh (Jihad, Mohamad).
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula renalis yang terdiri dari jaringan fibrus berwarna ungu tua. Lapisan luar terdapat lapisan korteks (substansia kortekalis), dan lapisan sebelah dalam bagian medulla (substansia medullaris) berbentuk kerucut yang disebut renal pyramid. Puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis. Masing-masing pyramid saling dilapisi oleh kolumna renalis, jumlah renalis 15-16 buah (Pearce, Evelyn C, 2006: 237).
Garis-garis yang terlihat pada pyramid disebut tubulus nefron yang merupakan bagian terkecil dari ginjal yang terdiri dari (Jihad, Mohamad):
Glomerulus, merupakan suatu gulungan kapiler. Dikelilingi oleh sel-sel epitel lapis ganda atau biasa disebut Kapsul Bowman. Bertindak seperti saringan, menyaring darah yang datang dari Arteriol Aferen. Membentuk urin primer yang berupa cairan pekat, kental, dan masih seperti darah, tapi protein dan glukosa, sudah tidak ditemukan.
Tubulus Kontortus Proksimal, suatu saluran mikro yang amat berliku dan panjang. Mempunyai mikrovilus untuk memperluas area permukaan lumen.
Ansa Henle, suatu saluran mikro yang melengkung dan berliku, terdiri dari bagian yang tipis dan yang tebal. Pada bagian yang tipis, didominasi oleh reabsorpsi air. Sedangkan pada bagian yang tebal, didominasi oleh reabsorpsi elektrolit, seperti NaCl.
Tubulus Kontortus Distal, suatu saluram mikro yang juga panjang dan berliku. Disini, sedikit dilakukan reabsorpsi air.
Ductus Coligentus, suatu saluran lurus dimana berkumpulnya hasil urin setelah melewati Tubulus Kontortus Distal. Bermuara ke Calix Minor Renalis. Yang selanjutnya akan dibawa ke Calix Mayor Renalis, lalu ke Pelvis Renalis.

Pada setiap ginjal diperkirakan ada 1.000.000 nefron, selama 24 jam dapat manyaring darah 170 liter. Arteri renalis membawa darah murni dari aorta ke ginjal, lubang-lubang yang terdapat pada pyramid renal masing-masing membenuk simpul dan kapiler satu badan malfigi yang disebut glomerulus. Pembuluh aferen yang bercabang membentuk kapiler menjadi vena renalis yang membawa darah dari ginjal ke vena cava inferior (Pearce, Evelyn C, 2006: 237).

Gb.1 Anatomy of the Urinary tract (Jihad, Mohamad)


Gb.2 Structure of Nephron (Jihad, Mohamad)
Ureter
Ureter adalah saluran fibromuskular yang mengalirkan urin dari ginjal ke kandung kemih. Sebagian terletak dalam rongga abdomen dan sebagian terletak dalam rongga pelvis. Terdiri dari 2 saluran pipa, masing-masing bersambung dari ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria) (Fajar, 2008). Lapisan dinding ureter terdiri dari (Pearce, Evelyn C, 2006: 241):
a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
b. Lapisan tengah lapisan otot polos
c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa

Lapisan muscular memiliki aktivitas Peristaltik Intrinsik, mengalirkan urin menuju Vesica Urinaria untuk kemudian dikeluarkan dari tubuh. Ureter kanan terletak pada pars desendens duodenum. Sewaktu turun ke bawah terdapat di kanan bawah dan disilang oleh kolon dekstra dan vosa iliaka iliokolika, dekat apentura pelvis akan dilewati oleh bagian bawah mesenterium dan bagian akhir ilium. Ureter kiri vasa koplika sinistra dekat apentura pelvis superior dan berjalan di brlakang kolon sigmoid dan mesenterium.
Penyempitan ureter terjadi pada tempat ureter meninggalkan pelvis renalis, pembuluh darah, saraf, dan pembuluh limfe berasal dari pembuluh disekitarnya mempunyai saraf sensorik. Ada tiga tempat penting dari ureter yang mudah terjadi penyumbatan yaitu pada sambungan ureter pelvis diameter 2 mm, penyilangan vosa iliaka diameter 4 mm, dan pada saat masuk ke vesika urinaria yang berdiameter 1-5 mm (Pearce, Evelyn C, 2006: 244).

Gb.3 Ureter (www.colorado.edu/intphys/Class/IPHY3430-200/image/19-1.jpg
Vesika Urinaria
Vesika urinaria (kandung kemih) dapt mengembang dan mengempis seperti balon karet, terletak di belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul. Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan dengan ligamentum vesika umbilikalis medius. Bagian vesika urinaria terdiri dari:
1.Funfus yaitu, bagian yang menghadap kea rah belakang dan bawah, bagian ini terpisah dari rectum oleh spatium rectovesikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus deferen, vesika seminalis, dan prostat.
2.Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.
3.Verteks, bagian yang mancung ke arah muka dan berhubungan dengan ligamentum vesika umbilikalis.

Dinding kandung kemih terdiri dari lapisan sebelah luar (peritoneum), tunika muskularis (lapisan otot), tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian dalam). Pembuluh limfe vesika urinaria mengalirkan cairan limfe ke dalam nodi limfatik iliaka interna dan eksterna.
Lapisan otot vesika urinaria terdiri dari otot polos yang tersusun dan saling berkaitan dan disebut m. detrusor vesikae. Peredaran darah di vesika urinaria berasal dari arteri vesikalis superior dan inferior yang merupakan cabang dari arteri iliaka interna. Venanya membentuk pleksus yang mengalirkan darah ke vena iliaka interna.
Persarafan vesika urinaria berasal dari pleksus hypogastria inferior. Serabut ganglion simpetikus berasal dari ganglion lumbalis ke-1 dan ke-2 yang berjalan turun ke vesika urinaria melalui pleksus hypogastria. Serabut preganglion parasimpatis yang keluat dari nervus splenikus pelvis yang berasal dari nervus sakralis 2, 3, dan 4 berjalan melalui hipogastrikus inferior mencapai dinding vesika urinaria. Sebagian besar serabut aferan sensoris yang keluar dari vasika urinaria menuju system susunan saraf pusat melalui nervus spenikus pelvikus berjalan bersama saraf simpatis melalui pleksus hipogastrikus asuk ke dalam segmen lumbal ke-1 da ke-2 medula spinalis.
Trigonum Vesicae. Pada vesika urinaria terdapat dua lubag muara ureter yang letaknya sejajar. Kemudian ke arah posterior akan ditemukan lubang sfingter uretra interna. Ketiga lubang ini jika ditarik garis akan membentuk segitiga khayal. Segitiga khayal ini disebut dengan Trigonum vesicae. Trigonum dalam bahasa Inggris adalah trigonometry, yang arti dalam bahasa Indonesia adalah segitiga.



Gb.3 Vesika Urinari sampai uretra



Gb,3 Vesika Urinari sampai uretra tampak samping

Uretra
Urine dibawa dair kandung kemih melalui uretra dan keluar dari tubuh melalui uretra. Normalnya aliran turbulen urine melalui uretra membilas bakteri (Potter & Perry, 2005: 1277). Pada laki-laki uretra berjalan berkelok-kelok melalui tengah-tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis ke bagian penis penjangnya 20 cm. lapisannya terdiri dari lapisan mukosa yang paling dalam, dan submukosa (Pearce, Evelyn C, 2006: 245). Urethra pada laki-laki dibagi menjadi 3 bagian (Jihad, Mohammad):
Urethra pars Prostatika. Dikelilingi oleh kelenjar prostat, dan merupakan muara dari 2 buah duktus ejakulatorius. Juga merupakan muara dari beberapa duktus dari kelenjar prostat
Urethra pars Membranosa. Bagian terpendek. Berdinding tipis dan dikelilingi oleh otot rangka sfingter urethra eksterna
Urethra pars Cavernosa. Bagian terpanjang. Menerima duktus dari kelenjar bulbourethralis dan bermuara pada ujung penis. Sebelum mulut penis, bagian ini membentuk suatu dilatasi kecil, yang disebut Fossa Navicularis. Bagian ini dikelilingi oleh Korpus Spongiosum yang merupakan suatu kerangka ruang vena yang besar.

Uretra pada wanita, terletak di belakang simfisis pubis berjalan miring sedikit kea rah atas, panjangnya 3-4 cm. lapisan uretra wanita terdiri dari tunika muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena-vena, dan lapisan mukosa (lapisan dalam). Muara uretra pada wanita terletak di sebelah atas vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra di sini hanya sebagai saluran ekskresi. Apabila tidak berdilatasi, diameternya 6 cm. uretra wanita jauh lebih pendek daripada uretra pria dan terdiri lapisan otot polos yang diperkuat oleh sfinger otot rangka pada muaranaya penonjolan berupa kelenjar dan jaringan ikat fibrosa longgar yang ditandao dengan banyak sinus venosus mirip jaringan cavernous (Pearce, Evelyn C, 2006: 246).

Vaskularisasi Tract. Urinarius
Pada orang dewasa yang sedang istirahat, ginjal akan mendapat 1,2-1,3 liter darah per menit, atau sedikit lebih kecil daripada 25% curah jantung (Ganong, William F, 2008: 728). Ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan arteria renalis. Arteri ini berpasangan kiri dan kanan. Arteria renalis bercabang menjadi arteria interlobaris kemudian menjadi arteri arkuata. Arteria interloburalis yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi kapiler membentuk gumpalan-gumpalan yang disebut glomerulus. Glomerulus ini dikelilingi oleh alat yang disebut simpai Bowman. Di sini terjadi penyaringan pertama dan kapiler darah yang meninggalkan simpai Bowman kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena kava inferior (Pearce, Evelyn C, 2006: 239).

D. Fisiologi system urinaria
Ginjal
Pada setiap ginjal diperkirakan ada 1.000.000 nefron, selama 24 jam dapat menyaring darah 170 liter (Pearce, Evelyn C, 2006: 237). Karena fungsi primer ginjal adalah menghasilkan urine dan, ketika melaksanakannya, mempertahankan stabilitas komposisi cairan ekstrasel (CES), nefron adalah satuan terkecil yang mampu membantuk urine. Setiap nefron terdiri dari komponen vaskuler dan komponen tubulus, yang keduanya secara structural dan fungsional berkaitan erat. Bagian dominan pada komponen vascular adalah glomerulus, yang merupakan tempat filtrasi sebagian air dan zat terlarut dari darah yang melewatinya. Cairan yang sudah terfiltrasi ini yang komposisinya nyaris identik dengan plasma, kemudian mengalir ke komponen tubulus nefron, tempat cairan tersebut dimodifikasi oleh berbagai system transportasi yang mengubahnya menjadi urine (Sherwood, Lauralee, 2001: 463).
Terdapat tiga proses dasar yang berperan dalam pembentukan urine: Filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus. Pada saat darah mengalir melalui glomerulus, terjadi filtrasi plasma bebas-protein menembus ke dalam kapsul bowman. Proses ini dikenal sebagai filtrasi glomerulus. Pada saat filtrat mengalir melalui tubulus, zat-zat yang bermanfaat bagi tubuh dikembalikan ke plasma kapiler peritubulus. Perpindahan bahan-bahan yang sifatnya selektif dari bagian dalam tubulus (lumen tubulus) ke dalam darah ini disebut sebagai reabsorbsi tubulus. Zat-zat yang direabsorbsi tidak keluar dari tubuh melalui urin, tetapi diangkit oeleh kapiler peritubulus ke system vena dan kemudian ke jantung untuk kembali diedarkan. Dari 180 liter darah yang disaring setiap harinya, rata-rata 178,5 liter diserap kembali, sisanya 1,5 liter akan dikeluarkan sebagai urin. Proses ginjal ke-3, sekresi tubulus, yang mengacu pada perpindahan selektif zat-zat dari darah kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus, merupakan rute kedua bagi zat dari darah untuk masuk ke dalam tubulus ginjal (Sherwood, Lauralee, 2001: 467).

Filtrasi Glomerulus (Pearce, Evelyn C, 2006: 238)
Kapiler glomerulus secara selektif bersifat impermeable terhadap proteinplasma yang lebih besar dan permeable terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Glomerulus mengalami kenaikan tekanan darah 90 mmHg. Kenaikan ini terjadi karena aeteriole aferen yang mengarah ke glomerulus mempunyai diameter yang lebih besar dan memberikan sedikit tahanan dari kapiler yang lain. Darah didorong ke dalam ruangan yang lebih kecil, sehingga darah mendorong air dan partikel kecil yang terlarut dalam plasma masuk ke dalam kapsula Bowman. Tekanan darah terhadap dinding pembuluh ini disebut tekanan hidrosatik (TH). Gerakan masuknya ke dalam kapsula Bowman disebut sebagai filtrasi glomerulus.
Tekanan hidrostatik plasma dan tekanan osmotic filtrat kapsula Bowman bekerja sama untuk meningkatnkan gerakan air dan molekul permeable, molekul permeable kecil dari plasmamasuk ke dalam kapsula Bowman. Tekanan hidrosatik dan tekanan osmotic filtrat dalam kapsula Bowman bersama-sama mempercepat gerekan air dan molekul permeable dari kapsula Bowman masuk ke kapiler jumlah tekanan (90-3)-(32-15)=70 mmHg akan mempermudah pemindahan filtrat dari aliran darah ke dalam kapsula Bowman. Laju ini dinamakan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) atau Glomerulus Filtration Rate (GFR). Pada orang sehat, jumlah pertukaran filtrasi per menit adalah 125 ml.

Reabsorbsi Tubulus
Reabsorbis tubulus adalah suatu proses yang sangat selektif. Di dalam filtrat glomerulus, semua konstituen, kecuali protein plasma, berada dalam konsentrasi yang sama dengan konsentrasi di plasma. Terdapat dua jenis reabsorbsi tubulus: reabsorbi pasif dan reasorbsi aktif, bergantung apakah diperlukan energi local untuk memindahkan suatu bahan tertentu (Sherwood, Lauralee, 2001: 476).
Reabsorbsi natrium dan clorida memegang peran utama dalam metabolisme elektrolit dan cairan tubuh. Selain itu, transpor natrium terjadi bersamaan dengan transpor hydrogen, elektrolit lain, glukosa, asam amino, asam organik, fosfat, dan zat lainnya melalui dinding tubulus. Di tubulus proksimal, bagia tebalansa Henle pars asenden, tubulus distal, dan duktus koligentes, proses perpindahan Natrium berlangsung melalui kontranspor dan pertukaran ion dari lumen tubulus ke dalam sel epitel tubulus mengikuti ringkat gradien listrik, dan kemudian dipompa secara aktif dari sel tubulus ke ruang interstisium. Jadi natrium akan diangkut secara aktif keluar dari seluruh bagian dari tubulus ginjal kecuali dari bagian tipis ansa Henle. Natrium dipompa ke ruang interstisium oleh pompa Na+-K+ ATPase (Ganong, William F, 2008: 736).
Glukosa, asam amino, dan bikarbonat direabsorbsi bersama-sama dengan natrium di bagian awal tubulus proksimal. Hampir semua glukosa direabsorbsi, dan hanya beberapa miliran saja yang dapat dijumpai di urin dalam 24 jam Ganong, William F, 2008: 737). Produk-produk sisa yang lainnya yang difiltrasi selain urea misalnya fenol dan kreatinin, juga terkonsentrasi di ceiran tubulus sewaktu air meninggalkan filtrat untuk memasuki plasm, tetapi zat-zat ini secara pasif direabsorbsi seperti urea (Sherwood, Luralee: 2001: 484).

Sekresi Tubulus
Sekresi tubulus melibatkan transportasi transepital seperti yang dilakukan reabsorbsi tubulus, tetapi langkah-langkahnya berlawanan arah. Bahan yang paling penting disekresikan oleh tubulus adalah io hydrogen dan ion kalium, serta anion dan kation organok, yang banyak di antaranya adalah senyawa-senyawa yang asing. Sekresi hydrogen ginjal sangatlah penting dalam pengaturan keseimbangan asam-basa tubuh. Ion kalium adalah contoh zat yang secara selektif berpindah dengan arah berlawanan di berbagai bagian tubulus (Sherwood, Lauralee, 2001: 484).

Ureter
Dinding ureter terdriri atas otot polos yang tersusun spiral, memanjang, dan melingkar, namun demikian tidak ditemukan bats lapisan yang jelas (Ganong, William F, 2008: 753). Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih. Gerakan peristaltik mendorong urin melalui ureter yang diekskresikan oleh ginjal dan disemprotkan dlam bentuk pancaran, melalui osteum uratralis (Pearce, Evelyn C, 2006: 241).

Vesika Urinaria
Setelah dibentuk oleh ginjal, urin disalurkan melalui ureter ke kandung kemih (buli-buli). Aliran urin di ureter tidak semata-mata bergantung pada gaya tarik bumi. Kontraksi otot polos yang ada di dalam dinding uretra juga mendorong urin bergerak maju dari ginjal ke kandung kemih. Ureter menembus dinding kandung kemih secara oblik, melalui dinding kandung kemih beberapa sentimeter sebelum bermuara di rongga kandung kemih. Susunan anatomis seperti ini mencegah aliran balik urin dari kandung kemih ke ginjal apabila terjadi peningkatan tekanan di kandung kemih.
Selain itu, dinding kandug kemih yang berlipat-lipat menjadi rata ewaktu kandung kemih terisi untuk meningkatkan kapasitas kandung kemih karena urin secara terus-menerus dibentuk oleh ginjal, kandung kemih harus memiliki kapasitas penyimpanan yang cukup, sehingga urin tidak perlu terus-menerus dikeluarkan.

Otot polos kandung kemih mendapat banyak persarafan serat parasimpatis, yang apabila dirangsang akan menyebabkan kontraksi kandung kemih. Saluran kandung kemih dijaga oleh dua sfingter; sfingter uretra interna dan sfingter uretra eksterna. Sfingter uretra interna terdiri dari otot polos dan, dengan demikian berada di bawah kontrol involunter. Lebih jauh ke bawah, uretra dikelilingi oleh satu lapisan otot rangka, sfingter uretra eksterna. Sfingter ini diperkuat oleh seluruh diafragma pelvis. Otot rangka, sfingter eksterna, dan diafragma pelvis berada di bawah kontrol kesadaran. Keduanya dapat dengan sengaja dikontraksikan untuk mencegah pengeluaran urin sewaktu kandung kemih berkontraksi dengan sfingter interna terbuka.
Berkemih diatur oleh dua mekanisme: refleks berkemih dan kontrol volunteer. Refleks berkemih dicetuskan apabila reseptor-reseptor regang di dalam dinding kandung kemih terangsang. Kandung kemih pada seorang dewasa dapat menampung sampai 250-400 ml urin sebelum tegangan di dindingnya mulai meningkat untuk mengaktifkan reseptor tegang (Sherwood, Luralee, 2001: 499-501). Keinginan pertama untuk berkemih bila volume vesika sekitar 150 ml, dan rasa penuh timbul pada pengisian sekitar 400 ml (Ganong, William F, 2008: 754).

Urine
Mikturisi (berkemih) merupakan refleks yang dapat dikendalikan dan dapat ditahan oleh pusat persarafan yang paling tinggi dari manusia. Gerakannya oleh kontraksi otot abdominal yang menambah tekanan di dalam rongga dan berbagai organ yang menekan kandung kemih membantu mengosongkannya. Rata-rata dlam satu hari 1-2 liter, tetapi berbeda sesuai dengan jumlah cairan yang masuk. Warnanya bening orange, pucat, tanpa endapan, baunya tajam, reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata-rata 6. Air kemih terdiri dari kira-kira 95% air, zat-zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein asam urea, amoniak dan kreatinin, elektrolit (natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fosfat, dan sulfat), pigmen (bilirubin, urobilin), toksin, dan hormon (Pearce, Evelyn C, 2006: 249).



Daftar Pustaka


Fajar, 2008, Tentang Sistem Urinaria http://fajar-eq99.blogspot.com/2008/03/tentang-sistem-urinaria.html

Ganong, William F, 2008, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi 22, EGC, Jakarta

Jihad, Mohamad, Anatomi Tractus Urinarius, Jakarta.

Pearce, Evelyn C, 2006, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Gramedia, Jakarta

Potter & Perry, 2005, Fundamentals of Nursing 2nd edition vol. 2, Elsevier, Australia
Setiadi, 2007, Anatomi dan Fisiologi Manusia, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Sherwood, Lauralee, 2001, Fisiologi manusia; dari sel ke sistem edisi 2, EGC, Jakarta

Totonrofiumsri, 2009, Anatomi dan Fisiologi Sistem Perkemihan, http://totonrofiunsri.wordpress.com/2009/01/28/anatomi-dan-fisiologi-sistem-perkemihan/

Fisiologi Sistem Ekskresi

A. Ekskresi Pernapasan
System pernapasan mencakup saluran pernapasan yang berjalan ke paru, paru itu sendiri, dan struktur-struktur toraks (dada) yang terlibat menimblkan gerakan udara masuk-keluar paru melalui salurn pernapasan. Saluran pernapasan adalah saluran yang mengangkut udara antara atmosfer dan alveolus, tempat terakhir yang merupakan satu-satunya tempat pertukaran gas-gas antara udara dan darah dapat berlangsung (Sherwood, Lauralee, 2001: 412). Saluran pernapasan terdiri dari:
1.Hidung, mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi).di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung (Syaifuddin, 2006: 193).
2.Nasofaring, terletak tepat di belakang cavum nasi, di bawah basis cranii dan di depan vertebrae cervicalis I dan II. Nasofaring membuka di bagian depan ke dalam cavum nasi dank e bawah ke dalam orofaring. Eustacius membuka ke dalam dinding lateralnya pada setiap sisi (Gibson, John, 2003: 138).
3.Orofaring, dipisahkan dari nasoparing oleh palatum lunak muscular, suatu perpanjangan palatum keras tulang (Setiadi, 2007:45).
4.Laring, terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula thyroidea, dan beberapa otot kecil dan di depan laringofaring (Gibson, John, 2003: 139).
5.Trakea, merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin kartilago yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti C (Setiadi, 2007: 47).
6.Bronkus, merupakan percabangan trakea. Setiap bronkus primer bercabang 9-12 kali untuk membentuk bronki sekunder dan tersier dengan diameter yang semakin kecil. Struktur mendasar dari paru-paru adalah percabangan bronchial yang selanjutnya secara berurutan adalah bronki, bronkiolus, bronkioliu terminalis, bronkiolus respiratorik, duktus alveolar, dan alveoli (Setiadi, 2007: 48).
7.Paru-paru, yang terdiri dari paru kanan dan kiri. Paru kanan terbagi menjadi dua fisura menjadi tiga lobus: superior, media, inferior. Paru kiri dibagi oleh sebuah fisura menjadi dua lobus: superior, inferior. Pleura adalah membran tipis transparan yang malapisi paru dalam dua lapis: lapisan viserale, yang merekat erat pada paru, dan lapisan pariteale yang melapisi permukaan dinding dalam dada. Cavum pleura adalah rongga di antara kedua lapisan tersebut (Gibson, John, 2003: 145).
Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung (oksigen) serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbon dioksida seagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Pengisapan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi (Syaifufddin, 2006: 192).
Proses respirasi dapat dibagi menjadi empat golongan: (1) vantilasi paru-paru, yang berarti pemasukan dan pengeluaran udara di atmosfir dan alveolus paru-paru, (2) difusi oksigen dan karbon dioksida di antara alveolus dan darah, (3) transpor oksigen dan karbon dioksida di dalam darah dan cairan tubuh ke sel dan dari sel, dan (4) pengaturan ventilsai dan segi respirasi lainnya (Guyton, Arthur C, 1996: 343).
Tujuan akhir dari bernapas adalah secara terus-menerus menyediakan pasokan O2 segar untuk diserap oleh darah dan mengeluarkan CO2 dari darah. Udara atmosfer normal yang kering adalah mengandung sekitar 79% nitrogen (N2) dan 21% O2, dengan presentase CO2, uap H2O, gs lain, dan polutan hampir dapat diabaikan. Secara bersama-sama, gas-gas ini menghasilkan tekanan atmosfer total sebesar 760 mmHg pada ketinggian permukaan laut. Jika oksigen mewakili 21% dari tekanan atmosfer 760 mmHg, maka tekanan oksigen adalah 160 mmHg. Dengan demikian tekanan parsial oksigen di udara atmosfer, Po, dalam keadaan normal adalah 160 mmHg. Tekanan parsial CO2 di atmosfer, PCO2, dapat diabaikan, yaitu 0,3 mmHg. Gas yang dapat larut dalam cairan misalkan darah dan cairan tubuh lainnya dianggap memiliki tekanan parsial. Karena daya larut O2 dan CO2 konstan, jumlah O2 dan CO2 yang larut dalam darah kapiler paru akan berbanding lurus dengan PO2 dan PCO2 alveolus. Komposisi udara alveolus tidak sama dengan udara atmosfer yang dihirup karena dua alasan. Pertama, segera setelah udara atmosfer memasuki saluran pernapasan, udara tersebut mengalami kejenuhan H2O akibat perjalanan ke saluran pernapasan yang lembab. Uap air juga menimbulkan tekanan parsial seperti gas lainnya. Pada suhu tubuh, tekanan parsial uap H2O adalah 47 mmHg. Kedua, PO2 alveolus juga lebih rendah daripada PO2 atmosfer karena udara inspirasi segar tercampur dengan sejumlah besar udara lama yang berada di paru dan ruang mati pada akhir ekspirasi sebelumnnya (kapsitas residual fungsional) (Sherwood, Lauralee, 2001: 435).
Difusi merupakan gerakan molekul dari suatu daerah dengan konsentrasi yang lebih tinggi ke daerah dengan konsentrasi yang lebih rendah. Difusi gas pernapasan terjadi di membran kapiler alveolar dan kecepatan difusi dapat dipengaruhi oleh ketebalan membran. Makin tebal membran, maka akan semakin memerlukan waktu yang lebih lama untuk melewati membran tersebut (Potter, Patricia A, 2006:1558).
Transpor oksigen
System pengangkut oksigen di tubuh terdiri atas paru dan system kardiovaskular. Pengangkutan jumlah oksigen tergantung pada jumlah oksigen yang masuk ke dalam paru-paru, adanya pertukara gas di paru yang adekuat, aliran darah yang menuju jaringan, dan kapasitas darah untuk mengengkut oksigen (Ganong, William F, 2008: 689).
Kapasitas darah untuk membawa oksigen dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang larut dalam plasma, jumlah haemoglobin, dan kecenderungan haemoglobin untuk berikatan dengan oksigen. Jumlah oksigen yang larut dalam plasma relatif kecil, yakni hanya sekitar 3%.sebagian oksigen ditransportasi oleh haemoglobin, dan membantuk oksihemoglobin yang sifatnya reversible, sehinnnga mamungkinkan hemoglobin dan oksigen berpisah, membuat oksigen menjadi bebas. Sehingga oksigen bisa masuk ke dalam jaringan (Potter, Patricia A, 2006:1558)

Transpor karbondioksida
Sewaktu darah arteri mengalir melalui kapiler jaringan, CO2 berdifusi mengikuti penurunan gradien tekanan parsialnya dari sel jaringan ke dalam darah. Karbondioksida diangkut dalam darah dengan tiga cara: (1) terlarut secara fisik, (2) terikat ke Hb, dan (3) sebagai bikarbonat ((Sherwood, Lauralee, 2001: 445).
Kelarutan CO2 dalam darah kira-kira 20 kali lebih besar daripada kelarutan O2; karena itu, pada tekanan-telanan parsialyang sama didapatkan jeuh lebih abanyak CO2 dibandingkan O2 dalam larutan sederhana. CO2 yang berdifusi ke dalam sel darah merah terhidrasi dengan cepat menjadi H2CO3 karena adanya karbonat anhidrase. H2CO3 akan berdisosisasi menjadi H+ dan HCO3- memasuki plasma. Karena hemoglobin terdeoksigenasi mengikat lebih banyak H+ daripada yang diikat dengan oksigehoglobin dan lebih mudah membentuk senyawa karbamino, pengikatan oksigen pada hemoglobin akan menurunkan afisitasnya terhadap CO2 (efek Haldane).akibatnya darah vena lebih banyak mengangkut CO2 daripada darah arteri, dan pada penyerapan CO2 di jaringan dan pelepasan O2 di paru berlangsung lebih mudah (Ganong, William F, 2008: 693).

B. Ekskresi Kulit
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16% berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7-3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5-1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong (Perdanakusuma, David S, 2008).

Sebagai system organ tubuh yang paling luas, kulit tidak bisa terpisahkan dari kehidupan manusia. Kulit membangun sebuah barrier yang memisahkan organ-organ internal dengan lingkungan luar, dan turut berpartisipasi dalam banyak fungsi tubuh yang vital. Kulit tersusun atas tiga lapisan, yaitu: epidermis, dermis, dan jaringan subkutan (Brunner & Suddart, 2002: 1824).
Epidermis merupakan lapisan kulit terluar (kulit ari). Epidermis terdiri dari lima lapisan (dari yang paling atas sampai yang terdalam), yaitu (Perdanakusuma, David S, 2008):
1.Stratum Korneum. Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.
2.Stratum Lusidum. Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.
3.Stratum Granulosum. Ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang intinya ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang dinamakan granula keratohialin yang mengandung protein kaya akan histidin. Terdapat sel Langerhans.
4.Stratum Spinosum. Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan tonofibril, dianggap filamen-filamen tersebut memegang peranan penting untuk mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi. Epidermis pada tempat yang terus mengalami gesekan dan tekanan mempunyai stratum spinosum dengan lebih banyak tonofibril. Stratum basale dan stratum spinosum disebut sebagai lapisan Malfigi. Terdapat sel Langerhans.
5.Stratum Basale (Stratum Germinativum). Terdapat aktifitas mitosis yang hebat dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan. Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke permukaan, hal ini tergantung letak, usia dan faktor lain. Merupakan satu lapis sel yang mengandung melanosit.

Dermis, merupakan lapisan kedua dari kulit. Batas dengan epidermis dilapisi oleh membran basalis dan di sebelah bawah berbatasan dengan subkutis tetapi batas ini tidak jelas hanya kita ambil sebagai patokan ialah mulainya terdapat sel lemak (Syaifuddin, 2006: 311). Lapisan ini mengandung akar rambut, pembuluh darah, kelenjar, dan saraf. Kelenjar yang terdapat dalam lapisan ini adalah kelenjar keringat (glandula sudorifera) dan kelenjar minyak (glandula sebasea). Kelenjar keringat menghasilkan keringat yang di dalamnya terlarut berbagai macam garam. terutama garam dapur. Keringat dialirkan melalui saluran kelenjar keringat dan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui poripori. Di dalam kantong rambut terdapat akar rambut dan batang rambut. Kelenjar minyak berfungsi menghasilkan minyak yang berfungsi meminyaki rambut agar tidak kering. Rambut dapat tumbuh terus karena mendapat sari-sari makanan pembuluh kapiler di bawah kantong rambut. Di dekat akar rambut terdapat otot penegak rambut (Crayonpedia, 2009).
Jaringan subkutan atau hypodermis, merupakan lapisan kulit yang paling dalam. Lapisan ini terutama berupa jaringan adiposa yang memberikan bantalan antara lapisan kulit dan struktur internal seperti otot dan tulang. Maka yang berlebihan akan meningkatatkan penimbunan lemak di bawah kulit. Jaringan subkutan dan jumlah lemak yang tertimbun merupakan faktor penting dalam pengaturan suhu tubuh (Brunner & Suddart, 2002: 1825).
Dalam setiap lapisan kulit tersebut terdapat beberapa bagian dari kulit seperti rambut, kuku, kelenjar kulit, dan kelenjar keringat. Rambut terdiri atas akar rambut yang terbentuk dalam dermis dan batang rambut yang menjulur ke luar dari dalam kulit (Brunner & Suddart, 2002: 1825). Rambut tumbuh dari folikel rambut di dalam epidermis. Folikel rambut dibatasi oleh epidermis sebelah atas, dasarnya terdapat papil tempat rambut tumbuh. Akar berada di dalam folikel pada ujung paling dalam dan bagian paling luar disebut batang rambut (Syaifuddin, 2006: 312).
Kuku merupakan sebuah lempeng keratin yang keras dan transparan yang melapisi kulit daerah permukaan dorsal ujung distal jari-jari tangan dan kaki. Pertumbuhan kulit berlangsung terus sepanjang hidup dengan pertumbuhan rata-rata 0,1 mm per hari. (Brunner & Suddart, 2002: 1827).
Kelenjar kulit mempunyai lobulus yang bergulung-gulung dengan saluran keluar lurus merupakan jalan untuk mengeluarkan berbagai zat dari badan (kelenjar keringat) (Syaifuddin, 2006: 313). Kelenjar sebasea berkaitan dengan folikel rambut. Saluran ke luar (duktus) kelenjar sebasea akan mengosongkan secret minyaknya ke dalam ruangan antara folikel rambut dengan batang rambut. Untuk selembar rambut terdapat sebuah kelenjar sebasea yang sekretnya akan melumasi rambut dan membuat rambut menjadi lunak serta lentur. Kelenjar keringat ditemukan pada kulit di sebagian besar permukaan tubuh (Brunner & Suddart, 2002: 1827). Kelenjar keringat adalah alat utama untuk mengendalikan suhu tubuh, bekurang pada waktu iklim dingin dan meningkat pada waktu suhu panas (Syaifuddin, 2006: 314).

Fungsi Kulit Sebagai Sistem Ekskresi
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan, sebagai barier infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi dan metabolisme (Perdanakusuma, David S, 2008). Kulit tidak sepenuhnya impermeable terhadap air. Sejumlah kecil air akan mengalami evaporasi secara terus menerus dari permukaan kulit. Evaporasi yang dinamakan perspirasi tidak kasat mata (insensible perspiration) berjumlah kurang-lebih 600 ml per hari untuk orang dewasa yang normal. Kehilangan air yang tidak kasat mata (insensible water loss) bervariasi menurut suhu tubuh. Pada penderita demam, kehilangan ini dapat meningkat (Brunner & Suddart, 2002: 1828).
Suhu tubuh tetap stabil meskipun terjadi perubahan suhu lingkungan. Pengendalian persarafan dan vasomotorik dari arterial kutan ada dua cara yaitu vasodilatasi (kapiler melebar, kulit menjadi panas dan kelebihan panas dipancarkan ke kelenjar keringat sehingga terjadi penguapan cairan pada permukaan tubuh) dan vasokonstriksi (pembuluh darah mengerut, kulit menjadi pucat dan dingin, hilangnya keringat dibatsai, dan panas tubuh tidak dikeluarkan). Kulit melakukan perannya ini dengan megeluarkan keringat, kontraksi otot, dan pembuluh darah kulit. Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau zat sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan ammonia. Sebum yang diproduksi oleh kulit berguna untuk melindungi kulit karena lapisan sebum (bahan berminyak yang melindungi kulit) ini menahan air yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering. Produksi kelenjar lemak dan keringat menyebabkan keasaman pada kulit (Syaifuddin, 2006: 315).
C. Ekskresi Bowel
System gastrointestinal merupakan pintu gerbang masuknya bahan makanan, vitamin, mineral, dan cairan ke dalam tubuh (Ganong, William F, 2008). Fungsi utama system pencernaan adalah untuk memindahkan zat gizi ata nutrien (setelah memodifikasinya), air, dan elektrolit dari makanan yang kita makan ke dalam lingkungan internal tubuh (Sherwood, Lauralee, 2001: 538). Saluran pencernaan makanan (tractus digesti) merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan mempersiapkanya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan (pengunyahan, penelanan, dan pencampuran) dengan enzym dan zat cair yang terbentang mulai dari mulut (oris) sampai anus (Setiadi, 2007: 62).
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, faring, esophagus, lambung, usus halus, usus besar, dan rectum. Selain itu juga terdapat organ aksesori pencernaan seperti hati, pancreas, dan empedu.
Mulut, secara umum mulut terdiri atas 2 bagian, yaitu (Setiadi, 2007: 64): 1.) Bagian luar yang sempit (vestibula) yaitu ruang di antara gusi, gigi, bibir, dan pipi. 2.) Bagian rongga mulut (bagian dalam), yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum, dan mandibularis di sebelah belakang bersambung dengan faring. Di mulut ada beberapa bagian yang perlu diketahui, antara lain: pallatum, gigi, lidah, dan kelenjar saliva. Di mulut makanan akan dihancurkan dan ducamour dengan saliva untuk memecah pilosakarida menjadi karbohidrat yang lebih sederhana.
Esofagus adalah saluran berotot yang relatif lurus dan berjalan memanjang di antara faring dan lambung. Menelan dimulai ketika sutu bolus atau bola makanan secara sengaja didorong oleh lidah ke bagian belakang mulut menuju faring. Gelombang peristaltik primer dari pusat kontrol menelan akan mengalir dari pangkal ujung esophagus, mendorong bolus di depannya melewati esophagus ke lambung (Sherwood, Lauralee, 2001: 548-549).
Lambung merupakan ruang berbentuk kantung mirip huruf J yang terletak di antara esophagus dan usus halus (Sherwood, Lauralee, 2001: 551). Penyerapan hanya dilakukan beberapa menit saja, karena penyerapan akan dilakukan lebih lanjut di usus halus. Fungsi kedua lambung adalah menghasilkan HCl dan enzim-enzim yang memulai pencernaan protein. Kemudian makanan akan dihaluskan dan dicampur dengan bahan-bahan sekresi lambung untuk menghasilkan campuran kental yang dikenal dengan kimus.
Usus halus adalah suatu saluran dengan panjang sekitar 6.3m (21 kaki) dengan diameter kecil 2.5 cm (1 inchi). Usus ini berada dalam keadaan bergelung di dalam rongga abdomen dan terentang dari lambung sampai usus besar. Secara sewenang-wenang, usus halus dibagi menjadi tiga segmen; duodenum 20 cm (80 inchi) pertama, jejunum 2.5m (8 kaki), ileum 3.6m (12 kaki) (Sherwood, Lauralee, 2001: 570).
Usus besar terdiri dari kolon, sekum, apendiks, dan rectum. Sekum membentuk kantung buntu di bawah taut antara usus halus dan usus beasr di katup ileoselum. Tonjolan kecil mirip jari di dasar sekum adalah apendiks, jaringan limfoid yang mengandung limfosit. Kolon, yang membentuk sebagian besar usus besar, tidak berglung-gelung seperti usus halus, tetapi terdiri dari tiga bagia yang relatif lurus: kolon asendens, kolon tranfersum, dan kolon desendens. Bagian akhir kolon desendens berbentuk huruf “S”, yaitu kolon sigmoid (sigmoid berarti berbentuk “S”), dan kemudian berbentuk lurus yang disebut rectum (rectum berarti lurus) (Sherwood, Lauralee, 2001: 582).

Defekasi
Peregangan rectum oleh feses akan mencetuskan kontraksi refleks otot-otot rectum dan keinginan buang air besar. Pada manusia, persarafan simpatis ke sfingter ani internus (involunter) bersifat aksitatorik. Keinginan defekasi pertama kali muncul saat tekanan rectum meningkat sampai sekitar 18 mmHg. Apabila tekanan ini mencapai 55 mmHg, sfingter internus maupun eksternus melemas dan isi rectum terdorong keluar (Ganong, William F, 2008: 491).
Biasanya defekasi ditimbulkan oleh refleks defekasi. Satu dari refleks-refleks ini adalah refleks intrisik yang diperantarai oleh system saraf enteric setempat. Ketika feses memasuki rectum, peregangan dinding rectum menimbulkan sinyal-sinyal aferen yang menyebar melalui pleksus mienterikus untuk menimbulkan gelombang peristaltik di dalam kolon desenden, sigmoid, dan rectum, mendorong feses ke arah anus.

Faktor-faktor yang mempengaruhi defekasi (Potter & Perry, 2005)
Umur. Perubahan perkembangan yang mempengaruhi eliminasi terjadi di sepanjang hidup. Makanan melewati usus infant lebih cepat daripada orang dewasa. Infant belum dapat mengontrol defekasi karena organ-organ yang belum begitu sempurna.
Infeksi. Beberapa penelitian membuktikan bahwa etiologi dari 95% ulcerasi duodenum berhubungan dengan enfeksi bakteri Helicobakter pylori. Namun ulcer ini dapat diterapi menggunakan antibiotik dengan hasil yang sangat sukses.
Diet. Intake makanan reguler sehari-hari membantu mengatur pola peristaltik di colon. Fiber, sisa pencernaan dalam diet, menghasilkan bagian terbesar dalam material fekal. Beberapa makanan seperti susu dan produk-prosuk susu sulit atau hampir tidak mungkin dicerna. Ini dapat dikarenakan oleh intoleransi laktosa.
Intake cairan. Suatu keadaan inadekuat intake cairan atau gangguan keseimbangan cairan akan sangat mempengaruhi dalam karakter dari feses. Cairan mencairkan komponen intestinal dan memudahkan jalannya melalui colon.
Aktivitas fisik. Aktivitas fisik meningkatkan peristaltik, sedangkan imobilisasi akan menurunkan peristaltik. Ambulsi dini setelah pembedahan dapat mendorong pengaturan peristaltik dan eliminasi normal.
Faktor psikologi. Hampir semua fungsi dari system organ dapat terganggu oleh stress emosional yang berkepanjangan. Jika seseorang menjadi cemas, takut, atau marah, respon stersnya akan dimulai, yang mana membuat tubuh menyimoan lebih lama. Proses digesti akan dipercepat, dan peristaltis ditingkatkan untuk menyediakan nutrisi yang diperlukan untuk bertahan.
Kehamilan. Ukuran fetus akan terus meningkat, dan akan terus menekan rectum. Obstruksi yang sifatnya sementara ini akan mengganggu jalan feses.
Karakteristik feses normal
Inspeksi karakter dari feses dapat membarikan informasi mengenai kealamian dari pergantian eiminasi. Warna feses normal umumnya adalah berwarna kuning, terkadang juga bervariasi tergantung diet yang sedang dijalani. Wujudnya berupa semipadat, menibulkan bau yang khas, dan biasanya akan mengapung di air. Pada penderita diare, komposisi fesesnya akan lebih cair dan warnanya akan lebih terang. Beda bila penderita konstipasi, fesesnya akan lebih gelap dan lebih keras.


Daftar Pustaka

Crayonpedia, 2009, SISTEM PENGELUARAN (EKSKRESI), http://www.crayonpedia.org/mw/Sistem_Ekskresi_Pada_Manusia_Dan_Hubungannya_Dengan_Kesehatan_9.1

Ganong, William F, 2008, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 22, EGC; Jakarta
Gibson, John, 2003, Fisiologi dan Anatomi Modern Untuk Perawat edisi 2, EGC; Jakarta
Guyton, Trthur C, 1996, Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit, EGC; Jakarta

Perdanakusuma, David S, 2008, ANATOMI FISIOLOGI KULIT DAN PENYEMBUHAN LUKA, http://surabayaplasticsurgery.blogspot.com/2008/05/anatomi-fisiologi-kulit-dan-penyembuhan.html,

Potter, Patricia A, 2006, Buku ajar Fundamental Keperawatan; konsep, proses, dan praktik edisi 4 vol 2, EGC; Jakarta

Potter & Perry, 2005, Fundamentals of Nursing 2nd edition vol. 2, Elsevier; Australia

Setiadi, 2007, Anatomi dan Fisiologi Manusia, Graha Ilmu; Yogyakarta.

Sherwood, Lauralee, 2001, Fisiologi manusia; dari sel ke sistem edisi 2, EGC; Jakarta

Smeltzer, Suzane C, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner&Suddarth edisis 8 vol 2, EGC; Jakarta

Syaifuddin, 2006, Anatomi fisiologi untuk mahasiswa keperawatan, EGC;Jakarta